Setelah Luhut dan Prabowo Lulus Sekolah Antiteror Jerman: Lahir Pasukan Elite Detasemen 81
TRIBUNJAMBI.COM - Detasemen 81/Antiteror, pasukan antiteror Komando Pasukan Sandhi Sudha
TRIBUNJAMBI.COM - Detasemen 81/Antiteror, pasukan antiteror Komando Pasukan Sandhi Sudha (Kopassandha/Kopassus) dibentuk melalui perjuangan yang berat.
Untuk membentuk pasukan elit itu, dua Perwira Remaja Kopassandha, yakni Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto, pada tahun 1982 dikirim ke Jerman Barat untuk menjalani pendidikan di satuan antiteror Grenzschutzsgruppe 9 (GSG-9).
Satuan GSG-9 sudah memiliki banyak prestasi dalam operasi pembebasan sandera dan penganganan antiteror lainnya, meski sepak terjangnya dalam penugasannya sangat jarang diberitakan.
Tapi untuk menjalani pendidikan di GSG-9 yang sangat sulit berat tidak mudah dan biasanya siswa yang lulus hanya 20%.
Artinya 80% siswa lainnya dipastikan gagal dalam pendidikan dan bagi siswa yang gagal itu tidak ada kompromi sama sekali.
Pendidikan antiteror di GSG-9 berlangsung selama 22 minggu.
Dalam 13 minggu pertama mata pendidikan meliputi tugas-tugas pokok kepolisian, masalah hukum, kemampuan menggunakan berbagai jenis senjata dan seni beladiri karate.
Setelah 13 minggu pendidikan yang diberikan merupakan ketrampilan pasukan antiteror yang mahir bertempur di darat, laut, dan udara, serta tempat-tempat ekstrem lainnya.
Mayor Luhut dan Kapten Prabowo ternyata bisa lulus dari pendidikan GSG-9 dengan prestasi yang memuaskan.
Ketika Asisten Intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Strategis Letjen TNI LB Moerdani membentuk pasukan Detasemen 81/Antiteror Kopassandha, Mayor Luhut kemudian diangkat sebagai Komandan dan Kapten Prabowo sebagai Wakil Komandan.
Nama Detasemen 81/Antiteror ternyata diciptakan sendiri oleh Mayor Luhut dan Kapten Prabowo sewaktu menghadap Panglima ABRI Jenderal TNI M Jusuf.
Alasannya adalah Detasemen Antiteror dibentuk tahun 1981.
Jenderal M Jusuf ternyata setuju dengan penamaan Detasemen 81/Antiteror, tapi ia ternyata memiliki alasan sendiri yang unik.
Menurut Jenderal M Jusuf penamaan Detasemen 81/Antiteror sudah betul karena angka 81 jumlahnya 9.
`Pesawat Hercules yang selalu saya gunakan mempunyai call sign A-1314. Jumlah angkanya juga 9. Angka paling bagus itu,' ujar Jenderal M Jusuf seperti dikutip dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.
Dalam perkembangannya Detasemen 81/Antiteror Kopassandha kemudian berubah menjadi Sat Gultor 81/Kopassus, lalu berubah lagi menjadi Sat-81 Kopassus.
Cikal bakal pasukan antiteror Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Letjen TNI Sintong Panjaitan yang pada tahun 1971 masih berpangkat Kapten Senior.
Pada tahun itu Sintong yang tergabung dalam kesatuan Grup 4/Sandiyudha RPKAD (Kopassus) dan menjabat sebagai Kasi 2/Operasi bertugas merencanakan operasi dan latihan pasukan.
Kebetulan dalam tugasnya pasukan Sandiyudha yang kerap melancarkan misi secara senyap juga harus memiliki kemampuan antiteror.
Misalnya, kemampuan membebaskan diplomat yang sedang disandera di gedung, membebaskan sandera di kapal, di bus, di pesawat yang sedang dibajak, dan lainnya.
Demi membentuk pasukan antiteror yang profesional Sintong yang oleh Mabes ABRI (TNI) ditempatkan di Gabungan 1/Intelijen Hankam kemudian diberi kesempatan untuk mengunjungi sejumlah satuan antiteror kelas dunia seperti SAS Inggris, Korps Commando Troopen (KCT) Belanda, dan Grenzchutzgruppe 9 (GSG-9) Jerman.
Tapi di antara satuan-satuan antiteror kelas dunia itu yang mengesankan Sintong adalah GSG-9 Jerman karena telah memiliki banyak prestasi.
Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian dibentuk secara ilmu dan kemampuan merupakan kombinasi atau ilmu gado-gado dari pasukan antiteror SAS, KCT, dan GSG-9.
Namun ilmu antiteror yang paling banyak diserap oleh pasukan antiteror Kopassus adalah yang diambil dari GSG-9 Jerman. (intisari)