Mustahil Ahok BTP Gantikan Ma'ruf Amin Jadi Cawapres, 7 Fakta Ini Membuktikannya!

TKN tanggapi rumor Ma'ruf Amin diganti BTP di tengah jalan. Ada tujuh fakta, Maruf Amin mustahil diganti Ahok BTP di tengah jalan.

Editor: Suci Rahayu PK
(Tribunnews/Jeprima)
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut Joko Widodo dan Maaruf Amin saat mengikuti acara Debat Pertama Capres dan Cawapres di Gedung Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019). Debat Pertama ini mengangkat isu Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme. 

Mustahil Ahok BTP Gantikan Ma'ruf Amin Jadi Cawapres, 7 Fakta Ini Membuktikannya!

TRIBUNJAMBI.COM - TKN tanggapi rumor Ma'ruf Amin diganti BTP di tengah jalan.

Ada tujuh fakta, Maruf Amin mustahil diganti Ahok BTP di tengah jalan.

Kalau pun bisa, prosesnya rumit dan memakan waktu panjang. Jadi, di Pilpres 2019, kecil kemungkinan Kiai Ma’ruf bakal diganti Basuki Tjahaja Purnama.

Baca: CEO Bukalapak Minta Maaf, Begini Kata Presiden Jokowi: Kita Harus Bersika Bijak

Baca: Dipepet 2 Bulan & Lompat dari Lantai 1, Akhirnya Anggia Chan Terima Vicky Prasetyo Jadi Pacarnya

Baca: Kabar Terbaru Bruce Lee dalam Buku Matthew Polly: Penyakit Ini Memicu Dia Meninggal

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menanggapi desas-desus posisi Kiai Ma’ruf bakal diganti Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang tiba-tiba saja menjadi rumor politik di media sosial.

"Saya menyebutnya sebagai rumor lantaran tidak jelas asal mula isu itu berembus dan entah apa tujuannya," kata Abdul Kadir Karding dalam rilis yang diterima di Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menghadiri deklarasi kampanye damai di Lapangan Silang Monas.
Dua pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menghadiri deklarasi kampanye damai di Lapangan Silang Monas. ((KOMPAS.com/ABBA GABRILIN))

Ia menduga rumor itu sengaja dihembuskan lawan politik sebagai plot untuk membikin warga nahdliyin (NU) gelisah.

Psikologi kaum nahdliyin diusik seolah-olah bakal ada upaya “mengkudeta” kiai mereka.

Jadi ketimbang kiai dizolimi saat sudah menjadi wapres, lebih baik tidak usah dipilih sekalian.

"Saya memastikan usaha mencopot atau menghentikan Kiai Ma'ruf sebagai wakil presiden apabila memenangi Pilpres 2019 nyaris tak bisa dilakukan. Kendalanya bukan saja ada pada ranah politik, tapi juga hukum," kata Abdul Kadir Karding.

Dari sisi politik, ia jelas tak mungkin dilakukan karena saat kekuataan partai politik pemerintah berjumlah mayoritas. Sehingga usaha menggeser Kiai Maruf akan mendapat tentangan dari partai-partai politik pengusungnya di Pilpres 2019 yang berjumlah sembilan partai.

Baca: Pernah Kawin Kontrak, Bella Luna Dipersunting Mualaf dengan Mahar Rp 2 M

Baca: Katy Perry Dilamar Orlando Bloom dengan Cincin Ruby Berbentuk Bunga

Mustahil

Abdul Kadir Karding menerangkan, mengacu UUD 1945 Pasal 7A dan 7B ayat 1 sampai ayat 7 menerangkan, betapa ruwet dan rumitnya usaha untuk memberhentikan seorang presiden dan atau wakil presiden.

Berikut ini ada.... fakta

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menandatangani berkas pembebasannya
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menandatangani berkas pembebasannya (Instagram)

Fakta 1: Pasal 7A UUD 1925

Pasal 7A UUD 1925 menyatakan, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Fakta 2: Pasal 7B ayat 1

Namun, berdasarkan Pasal 7B ayat 1 sebelum mengajukan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden ke MPR, DPR harus lebih dahulu mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus apakah seorang presiden atau wakil presiden benar melakukan pelanggaran hukum atau tidak.

Fakta 3: Pasal 7B ayat 3

Mengacu Pasal 7B ayat 3 DPR baru bisa mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi apabila mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Fakta 4: Pasal 7B ayat 4

Setelah itu, menurut Pasal 7B ayat 4 Mahkamah Konstitusi punya waktu 90 hari untuk memutuskan permohonan DPR.

Fakta 5: Pasal 7B ayat 5

Kalaupun pada akhirnya MK menyatakan presiden dan atau wakil presiden bersalah atau memenuhi syarat untuk diberhentikan, DPR masih harus menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Itu sesuai Pasal 7B ayat 5. Pasal itu artinya, meski proses hukum di Mahkamah Konstitusi sudah dilalui, maka masih ada proses politik yang mesti diselesaikan lewat sidang paripurna ini.

Baca: Bella Luna Dipersunting Pria Kaya dengan Mahar Rp 2 Miliar, Ini Potretnya

Baca: Kisah Pernikahan, Wanita 82 Tahun Yang Menikah dengan Pemuda Usia 28 Tahun. Pria Tak Pulang Setahun.

Fakta 6: Pasal 7B (6)

Selanjutnya, kalaupun sidang paripurna DPR menyatakan setuju untuk membawa usulan pemberhentian presiden dan atau wakil presiden ke MPR maka MPR, masih diberi waktu paling lambat 30 hari untuk menerima usulan itu.

Itu sebagaimana diatur dalam Pasal 7B (6).

Selama 30 hari itu seluruh fraksi dan faksi di MPR dipastikan akan melakukan berbagai manuver politik sesuai dengan kepentingannya masing-masing.

Sehingga proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak akan berjalan alot dan melelahkan.

Fakta 7: Pasal 7B ayat 7 UUD 1945

Setelah MPR memutuskan untuk menerima usulan DPR soal pemberhentian presiden dan atau wakil presiden, Pasal 7B ayat 7 UUD 1945 mengharuskan mekanisme pengambilan keputusan atas usulan DPR itu mesti dihadiri sekurang-kurang 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Seandainya presiden dan atau wakil presiden benar-benar diberhentikan, Pasal 8 (1) mengatakan, apabila yang berhenti presiden maka secara otomatis yang diambil sumpah menjadi presiden adalah wakil presiden.

Namun, apabila wakil presiden yang diberhentikan maka selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

Anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2018). (TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA)
Anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Kamis (18/10/2018). (TRIBUNNEWS/FRANSISKUS ADHIYUDA) ()

Dari aturan yang terdapat dalam UUD 1945 dapat dipastikan bahwa proses pemberhentian seorang presiden dan atau wakil presiden hingga mencari penggantinya memakan waktu yang cukup panjang.

Pertama, ia harus melalui usulan DPR ke Mahkamah Konstitusi.

Hasil pemeriksaan MK kemudian diserahkan ke DPR untuk kemudian di bawa ke MPR.

Kedua, setelah MPR memutuskan menerima pemberhentian presiden dan atau wakil presiden, maka MPR masih harus bersidang guna memtuskan penggantinya.

"Jadi kesimpulan saya seorang wapres memang bisa diberhentikan dengan sejumlah syarat meski itu harus dilalui dengan jalan panjang nan melelahkan atau kalau dikontekskan dengan politik dapat dikatakan mustahil terjadi," kata Abdul Kadir Karding. (Antara)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved