Paspampres Ketar-ketir Melihat Soeharto yang 'Dikeker' Sniper, Pak Harto Cuma Santai Katakan Hal Ini
Pasalnya, Presiden kedua RI itu 'ngeyel' mengikuti permintaan sang pengawal agar keselamatan presiden terus terjaga.
TRIBUNJAMBI.COM - Mantan Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Sjafrie Sjamsoeddin, dalam buku Pak Harto, The Untold Stories mengatakan, kunjungan itu dilakukan Soeharto pada tahun 1995 buat paspampres ketar-ketir.
Pasalnya, Presiden kedua RI itu 'ngeyel' mengikuti permintaan sang pengawal agar keselamatan presiden terus terjaga.
Kala itu, Sjafrie Sjamsoeddin tidak bisa berkutik melihat tingkah Soeharto.
Pasalnya, daerah dalam kunjungan kenegaraannya merupakan daerah konflik dan menjadi tempat yang banyak mengeker sang presiden.
Baca Juga:
Lewat Tengah Malam Gamelan Berbunyi Sendiri di Rumah Soeharto, Kejadian Aneh di Ndalem Kalitan Solo
Kala Orang Bertato Takut Keluar Rumah di Era Soeharto, Bila Tak Ingin Ditemukan Mati di Dalam Karung
Soekarno Marah Telpon Alex Kawilarang Hingga Berujung Pada Penempelengan Keras Soeharto Karena ini
Kisah Mertua SBY, Danjen Kopassus Sang Pembasmi PKI yang Disingkirkan Soeharto ke Negara Komunis
Ya, daerah itu di Bosnia.
Kala itu, kunjungan ke Sarajevo itu dilakukan Soeharto usai mengunjungi Kroasia.
Sjafrie mengatakan, dia mendapatkan kabar saat itu baru saja ada pesawat yang ditembaki di sekitar tempat itu.
Pesawat tersebut mengangkut utusan khusus PBB, Yasushi Akashi saat hendak ke Bosnia.
Beruntung insiden itu tidak memakan korban.
Dalam penerbangan dari Zagreb-Sarajevo, Soeharto sama sekali tidak mengenakan rompi pengaman, dan helm.
Padahal, menurut Sjafrie saat itu semua penumpang pesawat sudah mengenakannya.
Namun, Soeharto tiba-tiba saja menanyakan sebuah hal kepada Sjafrie.
"Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru, belum"? tanya Soeharto ditirukan Sjafrie
Sjafrie kemudian menjawab, semua bagian sudah ditutup dengan bulletproof, termasuk bagian samping.

Melihat Soeharto masih tak mengenakan helm dan rompi pengaman, Sjafrie terus memutar otak.
Akhirnya, Sjafrie pun sengaja duduk di kursi yang terletak di depan Soeharto, sambil memegang rompi dan helm.
Sjafrie melakukan hal itu agar Soeharto meminta kedua benda itu, dan bersedia mengenakannya.
Namun, harapan Sjafrie justru pupus.
Bukannya mengenakannya, Soeharto justru melakukan sebaliknya.
"Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini ya,! Nanti helmnya masukkan ke (museum) Purna Bhakti," ucap Soeharto saat itu.
Baca Juga:
Setahun, Tercatat Ada 346 Kasus, Konflik Manusia dengan Gajah di Jambi
Banjir Air Laut Pasang di Tanjabtim, Mulai Menggenangi Pemukiman dan Jalan, BPBD Imbau Warga Waspada
Indonesia Semakin Berat Jadi Tuan Rumah MotoGP, Karena Filipina Bangun Sirkuit Balap Kelas Dunia
Dilema Perekrutan PPPK, Ribuan Honorer di Sarolangun, Terancam Dirumahkan
Tidak hanya itu, Soeharto juga meminta agar Sjafrie saja yang memegang rompi itu.
"Eh, Sjafrie.Itu, rompi itu cangking (bawa) saja. Kamu cangking saja," ujar Soeharto.
Mendapatkan permintaan dari Soeharto seperti itu Sjafrie hanya bisa pasrah, dan menaatinya.
Melewati Sniper Valley
Menjelang pesawat mereka mendarat di Sarajevo, Sjafrie menyaksikan pemandangan dari jendela pesawatnya.
Pemandangan itu berupa adanya senjata laras panjang berpeluru kaliber 12,7 mm.
Menurut Sjafrie, senjata semacam itu biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang.
Senjata tersebut terus berputar mengikuti pesawat yang ditumpanginya bersama Soeharto.
Meski demikian, Sjafrie baru memberitahukan hal itu enam jam kemudian.
Jafrie menyebut kawasan itu memang didiami banyak para sniper.
Sebab, wilayah itu memamg dimiliki oleh kedua belah pihak yang sedang berkonflik.
Meski demikian, saat turun dari pesawat tersebut Soeharto tetap tenang.

Sikap tenang Soeharto itu juga menular kepada orang sekitarnya.
"Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah?" tulis Sjafrie.
Selanjutnya, Soeharto dijemput pasukan PBB yang sudah menyiapkan VAB, Panser buatan Prancis.
Begitu kendaraan itu berjalan, Soeharto pun menanyakan sesuatu.
"Sekarang ini kita berada di mana?" tanya Soeharto ke Atase Pertahanan.
Pihak Atase Pertahanan kemudian menjawab mereka sedang berada di Sniper Valley.
////
Soeharto Dilindungi Lebih dari 2.000 Pusaka
Presiden kedua Indonesia Soeharto tidak bisa dijauhkan dengan hal-hal yang berbau mistis. Apalagi Jenderal Besar tersebut termasuk penganut Islam Kejawen.
Tidak mengherankan memang. Soeharto adalah sosok yang penuh laku prihatin dan selalu selamat dan sukses dalam menjalani kehidupan.
Melansir dari Intisari, dalam keyakinan kultur Jawa, orang yang demikian diyakini punya 'prewangan' atau bisa disebut bantuan dari dunia gaib.
Soeharto adalah pria keturunan Jawa yang berusaha menyerap budaya leluhur dan menjadikan hal itu sebagai pedoman hidup.
Dia melakukan puasa Senin-Kamis sejak berusia muda.
Kaweruh jiwo dari Ki Ageng Suryomentaram acap ia jadikan jargon, bahkan ia mengidolakan tokoh wayang yang mewakili rakyat jelata namun disegani para ksatria dan dewa, yakni Semar.

Diketahui, Soeharto mempunyai banyak sekali pusaka. Konon, sebanyak 2000 pusaka dimilikinya. Mulai dari keris Keluk Kemukus yang membuat pemiliknya bisa menghilang (Majalah Misteri, 1998).
Malah, ia juga memboyong topeng Gajah Mada dari Bali, gong keramat dan sejumlah keris pusaka Keraton Surakarta yang terpaksa dikembalikan karena Surakarta dilanda banjir bandang. (Arwan Tuti Artha, Dunia Spiritual Soeharto).
Pergunjingan soal sisi mistis Soeharto mendadak mencuat seusai sang istri, Siti Hartinah atau Ibu Tien meninggal dunia.
Kepergian Ibu Tien pada 28 April 1996 itu, konon, meredupkan aura kekuasaan Soeharto.
Saat tampil di depan publik pun, ia tampak tak bercahaya dan begitu renta.
Kalangan spiritualis memprediksi, wahyu keprabon telah pergi darinya.
Sempat juga muncul rumor di kalangan masyarakat. Satu hari sebelum Ibu Tien meninggal, ada yang melihat seberkas cahaya hijau berbentuk ular naga melesat terbang dari Keraton Mangkunegaran Solo.
Tak masuk akal memang, menghubungkan hal itu dengan karier seorang presiden. Namun, langkah politik Soeharto, setelah kepergian istrinya, sungguh di luar kendali.
Cara melibas lawan politiknya terkesan vulgar dan transparan. Padahal, sebelumnya, Soeharto dikenal pandai mengendalikan diri. Senyumnya menyembunyikan isi hatinya.
Suatu hari di tahun 1990, saat nasib baik masih memihak Soeharto, presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu berkunjung ke Bali.
Baca Juga:
Apakah Karena Turun Tahta Raja Malaysia Sultan Muhammad V Cerai Oksana Voevodina Ratu Kecantikan?
Biar Merasakan Berkeringat Seperti Petani Karet di Jambi, Sandiaga Uno Ikut Nyadap Pohon Karet
Mulai 1 Januari 2019, Pengguna 27 Ponsel Jenis Ini Tak Bisa Gunakan Aplikasi WhatsApp!
Bupati Tanjung Jabung Barat Safrial Sambut dan Jamu Plt Gubernur Jambi Fachrori Umar
Tujuannya tidak lain untuk memperingati ulang tahun pernikahannya dengan Ibu Tien.
Kisah itu dijelaskan seorang pemilik warung kecil Hj Baiq Hartini yang diminta memasak untuk Soeharto dan keluarga.
“Pada 1990, ada utusan dari Istana Tampaksiring meminta saya memasak untuk acara di Istana,” ujarnya.
Tentu saja Hj Hartini merasa tersanjung mendapat kepercayaan tersebut.
“Maklum, saya kan orang kampung, tukang warung pinggir jalan, kok bisa ketemu langsung dengan presiden,” ujarnya.
Sebelum Soeharto menyantap makanan, pemeriksaan ketat pun dilakukan.
Selain petugas keamanan, intel, petugas kesehatan meneliti bahan makanan, dan sesudah makanan matang ada tim dokter dan petugas lab mencicipi masakan tradisional Lombok yang digelar prasmanan itu.
Ia melihat, pada jamuan makan saat itu, piring Pak Harto hanya berisi tahu dan tempe, agaknya berpantang kangkung. Sedang Ibu Tien berpantang tauge.
Begitu juga saat makan malam, Hj Hartini diminta kembali menyiapkan makanan.
Ia dan para juru masak lain melihat Soeharto tampil sederhana hanya memakai kaus oblong putih dan sarung putih kotak-kotak cokelat, juga memakai selop Jawa.
Suatu sore hari, Soeharto pernah turun langsung mengurusi cucunya yang enggan beranjak dari kolam renang.
Sebelumnya cucu-cucu tersebut sudah diminta para ajudan untuk naik dari kolam. Namun hal itu tidak dipedulikan.
Muncul dari balik pintu, Soeharto memanggi cucu-cucunya dan mengatakan hari akan hujan sambil menunjuk ke atas langit.
“Eh, tak ada semenit, hujan benar-benar turun. Kami para juru masak saling berpandangan, Pak Harto sakti kali ya! Kami saling berbisik,” ujar Hj Hartini.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: