Dukun PKI yang Disergap oleh Kopassus, Ngaku Kebal Senjata Namun 'Keok' dari Serbuan Baret Merah
Kala masa perburuan anggota PKI atas tindakan keji mereka (PKI) terhadap 7 jenderal TNI. Terus dilakukan anggota TNI saat itu
Penulis: Andreas Eko Prasetyo | Editor: Andreas Eko Prasetyo
TRIBUNJAMBI.COM - Kala masa perburuan anggota PKI atas tindakan keji mereka (PKI) terhadap 7 jenderal TNI. Terus dilakukan anggota TNI saat itu.
Bahkan antek-antekPKI hingga sampai ke dukun PKI pun jadi sasaran perburuan TNI.
Sewaktu itu, dukun hebat PKI itu bernama Mbah Suro.
Sosok kebal peluru dan senjata tajamitu, memiliki reputasi yang cukup disegani.
Baca Juga:
Bertaruh Nyawa! Pratu Stanley Prajurit Kopassus yang Merayap dari Serbuan Peluru GAM Demi Sosok ini
Mardi Rambo Kopassus Jujur, 14 X Misi Baru Pertama Landing Pesawat, Selebihnya Loncat dari Pintu
Kapten Encun, Mahaguru Pelempar Pisau Kopassus yang Selalu Bikin Pohon Hancur Karena Bidikannya
Pasukan Khusus AS Tidak Berkutik Berhadapan dengan Kopassus, Saat Ilmu Debus Dikeluarkan
Tapi tidak bagi korps Baret Merah Kopassus. Kala itu Kopassus masih bernama RPKAD.
Kisah perburuan Mbah Suro terjadi di sebuah desa yang menjadi tempat persembunyian Mbah Suro.
Mereka para pengikut Mbah Suro, suka mengenakan seragam serba hitam dengan tanda kesatuan berwarna putih atau hijau di lengan kanan.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.
Dipimpin oleh Mbah Suro, Gerakan 30 September atau G30S berhasil dibungkam saat itu.
Meski begitu, operasi penumpasan sayap-sayap bekas Partai Komunis Indonesia (PKI) masih terus berlangsung.
Salah satunya diyakini berada di Desa Ninggil yang terletak antara Ngawi dan Cepu.

Di desa ini terdapat sebuah pedepokan Mbah Suro.
Oleh warga sekitar, Mbah Suro dikenal sebagai dukun yang kerap mengobati orang sakit, lama kelamaan Mbah Suro dikatakan kebal senjata tajam dan peluru.
Semula, Mbah Suro yang bernama asli Mulyono Surodihadjo merupakan seorang lurah di desa tersebut.
Namun, karena membuka praktik dukun, dia langsung dipecat.
Dia juga diketahui memiliki nama Pendito Gunung Kedheng.
Dia kerap melakukan kegiatan klenik dan menganut ajaran Djawa Dipa.
Lama kelamaan, TNI meyakini pendopo ini telah disusupi PKI.
Baca Juga:
Adik Vanessa Angel yang Masih Sekolah Kena Dampaknya, Uya Kuya: Jangan Kait-kaitkan
VIDEO: Gelombang Pasang Rusak Kawasan Konservasi Penyu Mampie Polman
90 Persen yang Lolos CPNS di Muarojambi, Penyerahan Berkas Terakhir 25 Januari
Gara-gara Video Viral Joki Drag Jesika Amelia Belbi Terjerumus, Ini yang Dilakukan Polisi Kemudian
Banyak yang Belum Tahu, WhatsApp Kini Batasi Teruskan Pesan 5 Kali Sehari, ini Fakta Selengkapnya
Berbagai upaya dilakukan agar warga tak melakukan tindakan yang bisa menyebabkan tindakan represif, namun hal itu tak ditanggapi.
Malah, kelompok ini membentuk pertahanan diri dengan kekuatan 200 orang laki-laki yang disebut Banteng Wulung dan 30 perempuan yang dinamakan Banteng Sarinah.
Mereka mengenakan seragam serba hitam dengan tanda kesatuan berwarna putih atau hijau di lengan kanan.
Karena berbagai upaya persuasif dianggap tidak berhasil, alhasil Pangdam VII/Diponegoro memerintahkan pasukan TNI menyerbu pedepokan tersebut.
Operasi ini dipimpin Mayor Sumardi dengan berkekuatan Yon 408, Yon 409, Yon 410, serta satu kompi RPKAD (sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Letnan Feisal Tanjung.

Penyerbuan segera dilaksanakan, kedua pihak terlibat baku tembak dan perkelahian jarak dekat.
3 Anggota RPKAD gugur dalam penyerbuan itu, sedang kelompok Mbah Suro lebih dari 70 orang tewas.
Kondisi ini membuat Mbah Suro memilih menyerahkan diri.
Jimat dicopot
Oleh pasukan RPKAD, Mbah Suro dipertemukan dengan Letnan Feisal.
Sebelum saling berhadapan, pasukan sempat mencopot semua jimat dan menelanjanginya.
Saat pertemuan berlangsung, Mbah Suro hanya mengenakan sarung.
"Betulkah kamu kebal?" tanya Feisal seperti dikutip dari buku 'Gerakan 30 September: Pelaku, pahlawan & petualang' karya Julius Pour, terbitan Gramedia.
"Ah tidak pak, itu hanya kata orang," jawab Mbah Suro.
"Katanya tahun 1968 kamu bakal menang?" ujar Feisal kembali bertanya.
"Tidak betul pak, itu juga kata orang," sahutnya.
Mendengar bantahan, Feisal kembali memberikan pertanyaan dengan nada tegas, "kamu sendiri kan juga mengatakan?"
Belum selesai mengajukan pertanyaan, Mbah Suro buru-buru menjawab, "Mboten kok pak, kulo tiyang sae (Tidak pak, saya ini orang baik-baik)."
Baca Juga:
Kutukan Bruce Lee Membuat Tercengang: Faktanya 2 Bulan Sebelum Film Dirilis Brandon Lee Meninggal
Cut Meyriska Tetap Minta Doa Restu Bersama Roger Danuarta, Meski Sang Ayah Tolak Mentah-mentah
Jam 17.00 Sore ini, Live Streaming GAON Chart Music Awards 2019, Ada BLACKPINK, iKON & Seventeen
8 Pertanda Infeksi Paru-paru, Penyakit yang Diderita Ronaldikin Sebelum Meninggal
Setelah tanya jawab beres, pasukan mulai berbenah meninggalkan pedepokan.
Di tengah persiapan, ternyata Mbah Suro dan istrinya mencoba melarikan diri.
Kondisi ini membuat senjata TNI terpaksa menembak. Keduanya tewas ditempat.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: