Sejarah dan Makna dari Pohon Natal Gunakan Cemara yang Dihias, Hidup Kekal dan Penuh Berkah
Memasuki bulan ke-12 di tahun ini, nggak hanya perayaan tahun baru aja yang dinanti-nantikan. Ada perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember.
Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Sejarah dan Makna dari Pohon Natal Gunakan Cemara yang Dihias, Hidup Kekal dan Penuh Berkah
TRIBUNJAMBI.COM - Memasuki bulan ke-12 di tahun ini, nggak hanya perayaan tahun baru aja yang dinanti-nantikan.
Ada perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember.
Umat Kristiani dan Katolik di seluruh penjuru dunia merayakan hari Natal dengan berbagai cara.
Yang pasti selalu ada dan ditemui tidak lain adalah pohon Natal.
Pohon Natal umumnya menggunakan pohon cemara dengan bentuknya menyerupai bidang segitiga.
Dikutip dari laman Intisari, pohon Cemara yang tetap hijau di musim salju dianggap sebagai simbol kehidupan.
Baca: Jadwal Misa Natal dan Tahun Baru 2019 Paus Fransiskus di Vatikan, Mulai 24 Desember - 6 Januari 2019
Baca: Fadli Zon Sebut Penahanan Bahar bin Smith Kriminalisasi Ulama, KH Maruf Amin Beri Jawaban Ini
Baca: Rahasia Masa Lalu Pemilik Perusahaan Betadine di Indonesia, Ternyata Jebolan Kopassus
Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal.
Situs christianitytoday.com pun menuturkan, masyarakat Roma menghias rumah dengan pohon Cemara menjelang Tahun Baru, sementara masyarakat Eropa Utara kuno memotong pohon Cemara dan meletakkannya di dalam rumah selama musim dingin.

Makna dari pohon Cemara yang tetap hijau melambangkan hidup kekal.
Sementara bentuknya yang menjulang ke atas digambarkan sebagai kehidupan rohani yang mengarah kepada Tuhan.
Kemudian umumnya hiasan bintang di atasnya memberi makna Natal selalu penuh berkah.
Dilansir dari WIkipedia, Menurut sebuah legenda, rohaniawan Inggris bernama Santo Bonifasius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis dalam perjalanannya bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada dewa Thor di sebuah pohon ek.
Baca: Fadli Zon Sebut Penahanan Bahar bin Smith Kriminalisasi Ulama, KH Maruf Amin Beri Jawaban Ini
Baca: Jadwal Misa Natal dan Tahun Baru 2019 Paus Fransiskus di Vatikan, Mulai 24 Desember - 6 Januari 2019
Baca: Hari Ibu, Bagaimana Cara Memuliakan Sosok Ibu Menurut Ustadz Abdul Somad, Lihat Video Singkatnya
Untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, secara ajaib Santo Bonifasius merobohkan pohon ek tersebut dengan pukulan tangannya.
Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon ek yang roboh tumbuhlah sebuah pohon cemara.
Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam.
Terkesan dengan keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang pada keluarganya di rumah.

Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.
Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri pun semakin berkembang dan merambah ke berbagai negara.
Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.
Baca: Masih Ingat dengan Pria Indonesia yang Nikahi Bule Asal Inggris, Ini Keadaan Keluarganya Sekarang
Baca: Sejarah Hari Ibu di Indonesia, Ini Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu 2018
Baca: Orang Tua Halika Harus Dirujuk ke RS Padang, Bus Terguling di Jalan Lintas Bungo-Tebo
Karena penggunaan pohon cemara merupakan tradisi Eropa, ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara.
Indonesia dan Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa itu sampai akhirnya para umat Kristen membeli pohon buatan tetapi yang penting berbentuk cemara.
Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.
Selain itu dilansir dari Chatolic.com konon, kisah tentang pohon Natal diperkenalkan oleh St. Bonifasius, yang memiliki nama asli Winfrid. Di masa mudanya, Winfrid memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan biara Benediktin, meskipun tak mendapat dukungan penuh dari orangtuanya.
Winfrid dikenal sebagai pribadi yang saleh dan suci. Dibalik ketaatannya, ia mempunyai mimpi untuk menjadi seorang misionaris ke Jerman.
Pada tahun 716, dirinya mendengar kabar bahwa Paus Gregorius II (715-731) akan mengirim beberapa misionaris ke Jerman. Ia akhirnya memutuskan ke Roma untuk bergabung sebagai misionaris.
Kedatangan Winfrid disambut baik oleh paus Gregorius II saat itu. Paus sangat senang dengan keputusan Winfrid untuk turut mewartakan kabar gembira kepada banyak orang. Winfrid kemudian ditugaskan paus Gregorius sebagai pengkotbah injil di wilayah Thuringia, Bavaria, Franconia, dan Hesse.
Dalam menjalankan misinya di Jerman, ia dikenal melalui pribadinya yang ramah namun sangat tegas. Segala usaha Ia lakukan hanya untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus kepada masyarakat setempat.
Baca: Jadwal Misa Natal dan Tahun Baru 2019 Paus Fransiskus di Vatikan, Mulai 24 Desember - 6 Januari 2019
Baca: Sejarah Hari Ibu di Indonesia, Ini Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu 2018
Berkat kerja kerasnya, Winfrid dengan mudah diterima oleh masyarakat dan pemimpin suku di Hesse (Jerman Tengah). Kabar bahagia ini tersiar hingga Roma.
Tanpa ragu, paus Gregorius II kemudian mengangkat Winfrid sebagai Uskup Agung untuk seluruh daerah Jerman Timur. Sebagai pengakuan atas komisi misionaris istimewanya, paus pun kemudian mengubah nama Winfrid menjadi Bonifasius.
Tanggung jawab baru Bonifasius sebagai seorang uskup di zaman itu, bukanlah hal yang mudah. Dirinya harus mengubah cara berpikir warga setempat yang masih kental dengan pemujaan kepada dewa Thor sebagai dewa mereka.
Dari perjalanan misionarisnya, Bonifasius tahu bahwa di musim dingin penduduk desa Geismar berkumpul di bawah sebuah pohon Oak besar yang didedikasikan sebagai tempat pemujaan untuk dewa Thor.
Acara pemujaan berpusat pada pengorbanan manusia dan biasanya yang dipilih adalah anak kecil. Bonifasius ingin mengubah desa tersebut dengan menghancurkan pohon Oak yang dijadikan warga sebagai tempat berkumpul untuk melakukan pemujaan.
Saat itu tepatnya di malam Natal, Bonifasius beserta beberapa rekannya melakukan perjalanan ke daerah Geismar, Jerman. Setibanya di daerah tersebut, mereka mendapati warga setempat tengah berkumpul di hutan, tepatnya di bawah pohon Oak untuk melakukan pemujaan kepada dewa Thor.
Baca: Hari Ini, Presiden Jokowi Resmikan 7 Ruas Tol, Bagian dari Tol Trans-Jawa, Begini Detailnya
Baca: Orang Tua Halika Harus Dirujuk ke RS Padang, Bus Terguling di Jalan Lintas Bungo-Tebo
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tak ada hal lain yang bisa menyenangkan dewa Thor selain persembahan kurban manusia. Beberapa anak telah dipilih untuk dipersembahkan sebagai kurban pemujaan kepada dewa Thor.
Di bawah pohon Oak, warga setempat telah membangun sebuah api unggun yang sangat besar dan sebuah mesbah khusus untuk meletakan kurban kepada dewa.
Bonifasius kemudian mengambil kapak dan menebang pohon Oak tersebut. Di balik pohon Oak raksasa itu, tumbulah sebatang pohon Cemara muda.
Dengan dipenuhi sukacita, Bonifasius berbicara kepada banyak orang bahwa malam itu tidak akan ada kurban darah manusia, sebab malam itu adalah malam kelahiran Sang Juruselamat.
St. Bonifasius lalu menegaskan kepada warga setempat bahwa, “Pohon kecil ini akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai dan lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga.
Baca: Kumpulan Ucapan Natal dan Tahun Baru 2019, Gambar dan Tulisan Ucapan Cocok untuk WA FB
Baca: Peningkatan Arus Penumpang di Pelabuhan LLASDP Kuala Tungkal Diperkirakan H-3 Natal
Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus. Berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri. Di sana ia akan kelilingi, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.”
Berdasarkan kisah inilah di abad berikutnya, tradisi Katolik menggunakan pohon Cemara sebagai pohon Natal dan lambang untuk merayakan kelahiran Yesus. Tradisi ini kemudian menyebar luas ke seluruh Jerman, hingga saat ini.
Buat kalian yang merayakan Natal, sudahkah kalian mempersiapkan pohon Natal dengan hiasan-hiasan menarik dan lucu?