Bukan Paspampres, Melainkan Yakuza yang Jadi Pengawal Soekarno Saat Berkunjung ke Jepang
Konsul Indonesia yang berada di Tokyo saat itu, Iskandar Ishak, kewalahan mencari pengawalan untuk Soekarno.
Selanjutnya, Sidarto mencari cara agar uang tersebut lolos dari pemeriksaan penjaga dan sampai ke tangan Soekarno.
Ia lalu memasukkan uang itu ke dalam kaleng biskuit dan meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkannya kepada Soekarno.
Baca: Cuma Sekali Pukul, Haji Umar Sang Anggota Kopassus yang Buat KO Master Karate Jepang
Baca: Pasukan Elite Paling Ditakuti di Dunia Dibuat Mati di Hutan Kalimantan Karena Buat Geram Kopassus
"Megawati yang mengantarkannya, dan bisa lolos," ucap Sidarto.
Selama menjadi ajudan Soekarno, Sidarto sempat menyaksikan beberapa upacara kenegaraan termasuk proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno kepada Soeharto pada 20 Februari 1967.
Sejak saat itu, secara de facto dan de jure kekuasaan berpindah dari Soekarno ke Soeharto.
Selain tidak mendapatkan uang dari negara, semua fasilitas kenegaraan juga dibatasi ketat untuk Soekarno.
Termasuk fasilitas dokter kepresidenan untuk memeriksa kesehatannya.
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya termasuk untuk bertemu keluarga.
Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri Pada 23 Maret 1968. Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan.
Dua Keinginan Soekarno yang Belum Terwujud
Rupanya, ada keinginan Soekarno yang tak sempat terwujud
Soekarno sempat meminta untuk dimakamkan di Kebun Raya Bogor jika meninggal.
Namun, jasad Soekarno dimakamkan di kota Blitar.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.
Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.