G30S Hilangnya Catatan Jujur Sarwo Edhie Wibowo dan Surat Pengakuan DN Aidit
Menurut Rum Aly, "Sarwo Edhie memiliki catatan-catatan mengenai pengalamannya di seputar Peristiwa 30 September 1965 ..."
Petaka terjadi karena kematian tidak hanya karena pertempuran. Tapi banyak juga karena dibunuh setelah penangkapan. Terdengar berita-berita sadistis semacam penyembelihan, pembunuhan massal, hingga penghanyutan mayat di sungai.
Dunia internasional menyoroti. Pemerintah lantas membentuk Komisi Pencari Fakta (FFC – Fact Finding Commission) agar jumiah korban bisa diketahui lebih pasti.
Dalam rapat pleno terakhir, Komisi yang diketuai Menteri Dalam Negeri merangkap Gubemur Djakarta Raja Mayjen dr. Soemarno itu menyepakati jumlah korban yang ditinjau di daerah sekitar Medan, sebagian Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Bali, pendeknya belum seluruh Indonesia, selama kurun waktu Desember 1965 sampai 2 januari 1966 sudah berjumlah 80.000 orang.
"Apa yang terjadi sesudahnya tidak diketahui setelah aksi pembunuhan ternyata berlangsung terus, malahan semakin meningkat," kenang Oei Tjoe Tat, Menteri Negara yang juga anggota FFC.
Sesudah semua anggota membubuhkan tanda tangan, Oei bertanya kepada Jenderal (Pol.) Soetjipto Joedodihardjo, Panglima Angkatan Kepolisian, "Apa benar angka korban hanya 80.000 yang tewas?"
Soetjipto menjawab, "Sudah pasti lebih banyak, tapi apa gunanya dibuat ramai-ramai?"
Dari anggota lain, Menteri Penerangan Mayjen Achmadi, Oei mendapat jawaban, "Jumlahnya ya, ada kalau sepuluh kali lipat."
"Kamu kok bersedia tanda tangan angka 80.000?" Oei mendesak.
“Yo wis ben (yah, biarkan saja)."
Setelah dr. Soemarno menyerahkan laporan kepada Presiden Soekarno, 2 Januari 1966, Presiden memanggil Oei secara pribadi. "Jumlah sebenarnya berapa?"
"Berdasarkan pengalaman mengikuti FFC, jumlah korban sekitar lima sampai enam kali lipat, jadi lebih kurang angkanya 500.000 atau 600.000," jawab Oei.
Rum Aly, Redaktur Mingguan Mahasiswa Indonesia, dalam buku Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 melukiskan,
"Perkiraan moderat memang menyebut angka 500.000 jiwa. Perhitungan lain antara satu juta sampai dua juta jiwa. Tetapi Sarwo Edhie, yang berada di lapangan pascaperistiwa, suatu ketika pernah menyebut angka tiga juta jiwa. Hingga akhir hayatnya, Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo bahkan tak pernah meralat angka itu."
Menurut Rum Aly, "Sarwo Edhie memiliki catatan-catatan mengenai pengalamannya di seputar Peristiwa 30 September 1965 maupun masa-masa sesudahnya, termasuk tentang malapetaka sosiologis tersebut.
Mungkin saja ada angka-angka signifikan dalam catatannya. Namun sayang, catatan Sarwo Edhie hilang di tangan orang, justru dalam rangka untuk menerbitkannya.