Jadi Tersangka Karena 'Perintah Ahok' Kadis Ini Lapor Anies Baswedan Lalu Ini yang Dialaminya
Penetapan tersangka membuat resah Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan sejak kemarin,
TRIBUNJAMBI.COM- Penetapan tersangka membuat resah Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan sejak kemarin, Rabu (29/8/2018).
Dia ditetapkan sebagai tersangka perusakan dan masuk ke pekarangan orang lain dengan Pasal 170 KUHP.
Pejabat ini dulunya merupakan salah satu yang direkomendasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Pernah suatu ketika, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono merombak pejabat ketika dia menjabat sebagai Plt Gubernur DKI. Basuki atau Ahok melobi Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi agar mengingatkan Sumarsono untuk tidak mengganti Teguh.
Menurut Ahok, kinerja Teguh selama memimpin Dinas Tata Air DKI Jakarta sudah baik.
Ahok mengatakan, Teguh telah membangun banyak dinding turap di tiap sungai.
Jangan sampai, hanya karena Teguh berlatarbelakang sarjana sosial lalu dicopot dari jabatannya.
Baca: Jonatan Christie Juara, Twitter Joshua Suherman Banjir Mention Rahim Anget Sampai Raih Timah
Baca: Viral Istilah Hamil Online dan Rahim Hangat, Apakah Jonatan Christie Alami Sexual Harrasment?
"Makanya saya ngomong sama Pak Pras sebagai Ketua DPRD, jangan (dicopot). Saya bilang, tolong dimengerti subtansi UU ASN (Undang-undang Aparatur Sipil Negara) itu sudah enggak bicara rumpun, tapi bicara kinerja," kata Ahok saat itu.
Teguh memang tidak memiliki latar belakang di bidang penataan air.
Dia dulunya adalah camat, sampai Ahok mengangkatnya menjadi kepala dinas.
Namun, kini Teguh malah ditetapkan sebagai tersangka karena menjalankan perintah Ahok sebagai gubernur.
Lahan yang dipersoalkan Teguh ditetapkan sebagai tersangka karena berusaha memasang plang di atas lahan yang diklaim milik warga bernama Felix Tirtawidjaja.
Padahal, kata Teguh, aset di Rorotan, Cakung, Jakarta Timur, itu milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Asetnya juga sudah tercatat dalam kartu inventarisasi barang Badan Pencatatan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta.
Teguh bingung karena sikapnya mempertahankan aset pemda malah berujung penetapan tersangka.
Sementara dulu dia diperintah untuk mati-matian memperjuangkan aset milik pemerintah.
"Kan Pak Ahok sering ngomong, teman-teman juga tahu, (kata dia) 'aset kita walaupun hanya seharga Rp 300.000, kamu pertahankan sampai mati-matian,'. Bekal itu masih terngiang di telinga saya. Jadi saya segera langsung amankan," ujar Teguh.
"Saya kan kerja menjadi tugas saya sebagai kadis, kok saya sekarang jadi tersangka sementara tanah itu tanah aset," tambah dia.
Lapor ke gubernur Atas kasus yang menimpanya itu, Teguh kemudian melapor ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kata Teguh, Anies akan membantunya dalam masalah ini.
"Beliau pada prinsipnya juga membantu saya lah untuk menyelesaikan masalah ini. Saya bilang, 'saya menjalankan amanat dan menjalankan perintah Pak sesuai tupoksi tanggung jawab saya sebagai kadis'," ujar Teguh.
Dia juga sedang berkoordinasi dengan Biro Hukum DKI Jakarta.
Ini untuk memperjelas langkah hukum apa yang harus diambil atas penetapan tersangka ini.
Ahok: Banyak Kasus Tanah, Aset DKI Yang 'Dimainin'
Tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seluas 2.975 meter persegi dijual hingga merugikan keuangan negara. Demi memuluskan penjualan itu, diduga melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan berinisial AS.
Penjualan aset DKI tanpa prosedur yang jelas itu merugikan negara Rp150 miliar.
Diduga ada oknum yang 'bermain' Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan. Oknum itu berinisial AS.
Dia menerbitkan surat Hak Guna bangunan kepada IR, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan dan mengajukan penerbitan sertifikat kepemilikan pada 2014.
AS dan IR ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus 'permainan'
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjelaskan lahan itu diberikan oleh pengembang dalam penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tapi dijual lagi. Dia menengarai tidak sedikit kasus seperti ini kerap terjadi.
"Banyak kok kasus tanah, aset DKI yang 'dimainin'. Didudukin oleh preman, macam-macam. Jangankan tanah DKI, sungai aja didudukin kok di Jakarta. Jadi tidak heran di sini," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).
Untuk mengatasi adanya 'permainan' jual beli tanah yang merugikan DKI, Ahok menginstruksikan seluruh lurah menilik lahan-lahan kosong di sekitar wilayahnya.
Kemudian lahan itu ditelusuri milik DKI atau bukan. Diperlukan sinergi antara Pemprov DKI, BPN, dan pihak kepolisian untuk meminimalisir adanya 'mafia' tanah.
"Kita paksa lurah cari. Pokoknya begitu ketemu tanah kosong di Jakarta, kita mulai cari, ini punya siapa. Dulu bisa saja dokumen asli kita dihilangin," imbuh Ahok.
Sebelumnya, Selasa (2/8/2016), 200 lembar dokumen disita dalam penggeledahan yang dilakukan tim dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di sejumlah ruangan di Kantor BPN Jakarta Selatan.
Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi penerbitan sertifikat lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum milik Pemprov DKI di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sarjono Turin menduga bahwa sebagian dokumen pengurusan lahan ini rekayasa.
Dalam kasus ini, Kejari menetapkan oknum PBN Jaksel berinisial AS sebagai tersangka. AS belum ditahan dan masih diselidiki.
AS adalah pegawai BPN yang menerbitkan surat hak guna bangunan (HGB) kepada IR, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan dan mengajukan penertiban sertifikat kepemilikan pada 2014. IR juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. "Keterlibatan pimpinan masih kita periksa ya kita lihat," kata Sarjono dikutip dari Kompas.com.
Kasie Pidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yovandi Yazid menyampaikan, kasus jual beli ini berawal pada 2014, atau ketika BPN Jakarta Selatan menerbitkan HGB kepada IR yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan girik.
Oleh IR, lahan ini kemudian dijual. Padahal, lahan seluas 2.975 meter persegi itu telah menjadi milik Pemprov DKI Jakarta yang diberikan PT Permata Hijau dalam kewajibannya menyerahkan fasos dan fasum pada 1996.
Sebab, lanjut dia, saat lahan diserahkan ke Pemkot Jakarta Selatan pada 1996, pihak BPN juga ikut menandatangani penyerahan lahan tersebut. Menurut Yovandi, sertifikat lahan itu lama tidak diurus oleh Pemprov DKI.