Terancam Hiperinflasi Hingga 1 Juta Persen, Venezuela Terbitkan Mata Uang Baru
Pemerintah Venezuela awal pekan ini baru saja meluncurkan mata uang baru yang memangkas banyak angka nol
TRIBUNJAMBI.COM- Pemerintah Venezuela awal pekan ini baru saja meluncurkan mata uang baru yang memangkas banyak angka nol di pecahan uang lama.
Presiden Nicolas Maduro yakin langkah ini akan memperbaiki perekonomian yang menurut Dana Moneter Internasional (IMF), Venezeula terancan hiperinflasi hingga 1 juta persen tahun ini.
Hiperinflasi adalah istilah yang digunakan saat harga-harga barang tak terkendali dibarengi dengan jatuhnya nilai tukar mata uang setempat.
Baca: Sebelum Tertangkap Basah Usai Konsumsi Kokain, Ini Postingan Richard Muljadi di Instagram. . .
Baca: Selalu Panen Pujian Juri, The Sacred Riana Gagal ke Semifinal Americas Got Talent 2018
Ujungnya adalah konsumen harus memiliki segerobak uang untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Menurut teori ekonomi, harga komoditas akan berfluktuasi tergantung ketersediaan barang dan permintaan pasar.
Nah, dalam kondisi hiperinflasi semua harga barang naik tak terkendalihingga ke level yang tak masuk akal.
Di Venezuela misalnya, hiperinflasi ini mengakibatkan harga barang biasa menjadi lebih malah dari emas.
Misalnya satu gulung kertas tisu toilet di Venezuela dihargai 2,6 miliar bolivar.
Sebanyak apa uang sebesar itu?
Uang sebanyak 2,6 miliar itu setara dengan 26 ikat uang 1.000 bolivar yang jika ditumpuk maka ketebalannya mencapai 26 cm.
Sementara jika uang itu dibungkus maka setara dengan 2,6 kantong gula dengan berat masing-masing kantong 1 kilogram.
Bagaimana dengan komoditas lain?
Satu ekor ayam utuh dihargai 14,6 miliar bolivar, dan tomat 5,2 juta bolivar per kilogram.
Kini gaji sebulan rata-rata warga Venezuela hanya bisa untuk membeli satu kilogram daging.
Pemerintah Venezuela juga memiliki utang segunung yaitu 150 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.194 triliun.
Harga barang yang menjadi tak masuk akal ini disebabkan ketika pasokan uang lebih banyak dari ketersediaan barang.
Alhasil, nilai uang menjadi amat anjlok.
Kondisi ini terjadi saat pemerintah mencetak lebih banyak uang untuk membiayai pengeluaran di atas pendapatan negeri itu.
Masalah lain dari kondisi hiperinflasi ini adalah hilangnya kepercayaan warga terhadap mata uangnya sendiri.
Sebab, nilai uang yang mereka pegang sehari-hari tak mampu lagi digunakan untuk membeli kebutuhan hidup.
Kesulitan lain yang harus dihadapi adalah cara berbagai perusahaan menggaji karyawan mereka.
Situasi ini memicu "kreativitas" pengusaha misalnya memberikan uang bonus berupa telur ayam.
Sementara itu, penggunaan mata uang asing yang nilainya stabil menjadi hal yang biasa.
Untuk mengatasi hal inilah, pemerintah Venezuela menerbitkan uang kertas baru yang dinamakan "sovereign bolivar" atau bolivar yang berdaulat.
Mata uang baru ini akan "dipadankan" dengan uang digital Venezuela, petro.
Setiap petro bernilai 60 dolar AS, berdasarkn harga satu barel minyak mentah Venezuela.
Artinya, akan ada 3.600 uang bolivar baru yang menandakan bakal terjadinya devaluasi besar-besaran.
Pada Senin (20/8/2018), Bank Sentral Venezuela menetapkan 68.65 bolivar baru untuk setiap dolarnya.
Padahal, dulu setiap dolar AS setara dengan "hanya" 2,48 bolivar.
Meski demikian, Pemerintah Venezuela yakin penerbitan mata uang baru ini bisa menekan laju inflasi.
Sebuah contoh sederhana disajikan. Dengan mata uang lama secangkir kopi di ibu kota Caracas dihargai 2,5 juta bolivar.
Dengan mata uang baru, secangkir kopi diharapkan bisa diminum dengan harga normal yaitu 25 sen.
Apakah langkah ini akan berhasil?
Banyak kalangan meragukannya karena pada 2008 pendahulu Maduro, Hugo Chavez, memangkas tiga angka nol dari mata uang bolivar.
Hasilnya, tetap tak bisa mencegah terjadinya hiperinflasi.