Tak Banyak yang Tahu! Inilah Fakta Sejarah Rumah Batu Olak Kemang Rumah Pangeran Wiro Kusumo

Padahal, dulu tempat itu sempat menjadi rumah seorang yang memiliki pengaruh besar pada zamannya hingga kini.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: bandot
TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN AJ
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) 

Laporan wartawan Tribun Jambi, Mareza Sutan A J

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Rumah ini sempat menjadi kediaman Sayyid Idrus bin Hasan Al Jufri.

Tak banyak lagi masyarakat Jambi yang tahu keberadaan Rumah Batu.

Padahal, dulu tempat itu sempat menjadi rumah seorang yang memiliki pengaruh besar pada zamannya hingga kini.

Rumah Batu ini terletak di kelurahan Olak Kemang, kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi.

Bangunannya klasik, dihiasi ukiran-ukiran indah ala Cina dan Eropa.

Sayyid Idrus bin Hasan Al Jufri dilahirkan pada tahun 1822.

Dia merupakan seorang berketurunan Arab yang memiliki kedudukan penting di Kesultanan Jambi.

Gelarnya Pangeran Wiro Kusumo.

Baca: Sejam Dua Wanita Menjadi Korban Jambret Diduga Pelakunya Sama, Ini Modus yang Mereka Praktekkan

Selain itu, menurut masyarakat sekitar, Pangeran Wiro Kusumo juga merupakan besan dari sultan terakhir kerajaan Jambi, Sultan Thaha Syaifudin.

Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018)
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) (TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN AJ)

Rumah itu terdiri dari dua lantai, dengan perpaduan desain yang indah.

Arsitektur yang menghiasi rumah ini merupakan perpaduan dari lokal, Cina, dan Eropa.

Arsitektur lokal terlihat dari bentuk rumah.

Rumah ini berupa rumah panggung, sama seperti rumah-rumah khas Jambi.

Sementara itu, arsitektur Cina dapat dilihat pada atap, gapura, hingga ornamen-ornamen berbentuk naga, awan, bunga, hingga arca singa.

Baca: Jangan Cemas Bila Bibirmu Pecah-pecah, Atasi dengan Cara Simpel ini

Ada pun unsur Eropa pada bangunan ini tampak pada tiang-tiang panggung.

Tiang-tiang tersebut terbuat dari batu bata dan semen, yang membentuk pilar penyangga bangunan di atasnya.

Dulu, masih tampak jelas lapisan ubin-ubin di lantai bawah.

Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018)
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) (TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN AJ)

Sedangkan pada lantai kedua, papan kayu menjadi pelapisnya.

Kedua lantai ini dihubungkan oleh tangga semen.

Tangga itu seperti rumah bertingkat pada umumnya, yang banyak dipakai pada bangunan indis.

Namun kini, tak banyak lagi arsitektur lama yang terlihat.

Baca: Gunakan Teknologi Tercanggih di Indonesia, Dirut PDAM Tirta Mayang Pastikan Air Aman Dikonsumsi

Hanya tiang-tiang penyangga yang masih terlihat kukuh, yang mulai dipenuhi lumut.

Kayu-kayu yang menjadi atap, perlahan-lahan roboh.

Menurut warga sekitar, telah lama rumah itu tidak direnovasi.

Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018)
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) (TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN AJ)

"Sudah lama nian (belum direnovasi)," ujar seorang warga sekitar yang ditemui beberapa waktu lalu.

Hal itu dibenarkan oleh Syarifah Aulia, pelestari bangunan tersebut.

Dia mengatakan, selama ini, rumah itu hanya dikelola oleh pelestari yang ada di sana.

"Kami-kamilah yang kelola ini. Paling cuma membersihkan rumput sama rumahnya saja," katanya, Jumat (29/6/18).

Meski telah menjadi Cagar Budaya dan dilindungi Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tempat itu masih butuh perhatian lebih.

Di depannya, tumbuh pohon nangka yang kian membesar.

Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018)
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) (TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN AJ)

Di samping Rumah Batu, terdapat rumah-rumah warga.

"Kalau kampanye sering ke sini. Janjinya ini mau dipugar, tapi sampai sekarang belum ada perubahan," katanya.

Namun, kata dia, sejak sepeninggalan orang tuanya, rumah itu perlahan-lahan mulai rapuh.

Atap-atap bocor tak terurus, hingga sebagian lepas.

Lantainya pun tak sempat diperhatikan.

Terlebih di lantai dua.

Bahkan, kini, kondisi rumah itu semakin memprihatinkan.

Padahal, sebelum ini, rumah itu sempat dihuni keturunan Al Jufri juga.

Dia adalah Said Salim bin Abu Bakar Al Mahdhar.

Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018)
Kondisi Rumah Batu di Olak Kemang, Seberang Kota Jambi, Jumat (29/6/2018) (TRIBUNJAMBI/MAREZA SUTAN)

"Kalau masih ada Bapak kami dulu, masih terawatlah. Yang menghuninya ada, kan? Jadi, kalau ada yang bocor, ada lantai yang rusak, bisa ditengok, langsung diperbaiki," terangnya.

Dijelaskannya, alasan pemerintah belum bisa merealisasikan pemugaran itu karena jumlah ahli waris terlalu banyak.

Dia bilang, sejauh ini pihak pemerintah ingin pengelolaan ini dikelola hanya dari ahli waris yang pasti saja.

"Katanya, yang mengaku ahli waris Al Jufri itu terlalu banyak. Sedangkan pemerintah maunya yang jelas saja. Artinya, pemerintah inginnya yang pasti, bisa mengelola cagar budaya ini. Makanya, sampai sekarang masih belum bisa direalisasikan. Tapi kami tidak tahu pastilah," katanya.

Dia menyampaikan, rumah itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 1980an.

Dulu, katanya, rumah itu masih tampak elok nian.

Susunan batu bata yang diletakkan di sana, tidak sama dengan yang lumrah terlihat.

Ada yang tersusun tegak, rebah, bahkan ada yang miring. Itu terlihat dari bekas pecahan dinding bangunan itu.

"Kalau ditengok, bangunan ini unik. Susunan batunya tidak sama dengan bangunan orang sekarang. Orang dulu kan, tidak banyak bahan-bahan bangunan. Jadi, dengan susunan kayak gitulah supaya bangunan itu kuat," katanya.

Dia menceritakan, sepeninggalan Habib Said Idrus bin Hasan Al Djufri (di papan informasi tertulis 1901, informasi lain menyebut 1902)rumah itu menjadi kediaman para keturunannya.

Bahkan hingga kini, yang menjaga rumah itu tetap para keturunannya.

Syarifah Aulia sendiri mengaku keturunan keempat dari Sayyid Idrus Hasan Al Jufri.

Dia juga menengarai, jika rumah itu direnovasi, membutuhkan biaya yang sangat besar.

Sebab, renovasi yang dilakukan nanti semestinya benar-benar menyerupai arsitektur klasik rumah itu.

"Kalau pun dipugar, memang harusnya dibuat sama dengan yang dulu. Untuk itulah dikumpulkan gambar-gambar lama," katanya.

Gambar-gambar lama terdapat di papan informasi yang tak jauh dari sana.

Papan itu menampakkan wajah dulu Rumah Batu. Tiang-tiang yang masih kukuh, atap, juga beberapa ornamen lain yang masih terlihat.

Kini, atap-atap yang kukuh itu mulai roboh.

Beberapa bahan bangunan yang lapuk, tegeletak di sana.

Bahkan, pengunjung tidak bisa masuk pada waktu-waktu tertentu. Sebab, kata Syarifah, dikhawatirkan bangunan tersebut roboh.

"Karena sudah lapuk. Takut, kalau hujan atau angin kencang, bisa roboh. Untuk waspada saja," katanya.

Padahal, dalam sebulan, sekitar 150 orang berkunjung ke sana. Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, media, hingga pencinta situs purbakala.

Kini, dia berharap, rumah itu bisa dipugar, agar tampak kembali elok dan menjadi tempat yang ramai dikunjungi.

"Harapannya ya, diperhatikanlah. Karena sayang juga, bangunan ini kalau dibiarkan, ya semakin hancurlah. Kalau kami, cuma bisa bersihkannyalah. Untuk memugarnya, kami harapkan ke pihak yang berwenanglah," tuturnya.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved