Salat Jumat yang Bertepatan Dengan Hari Raya Idul Fitri Apakah Wajib? Ini Penjelasannya
Lalu bagaimana saat hari raya Idul Fitri bertepatan dengan hari Jumat? Apakah umat Islam masih harus melakukan salat Jumat?
TRIBUNJAMBI.COM - Muhammadiyah telah menetapkan 1 hari raya Idul Fitri 1439 H pada hari Jumat 15 Juni 2018.
Sementara pemerintah melalui Kementerian Agama baru akan menetapkan tangga 1 Syawal yakni pada sidang isbat yang dilangsungkan pada Kamis (14/6/2018).
Namun meskipun sidang Isbat belum dilakukan, diperkirakan tidak akan ada perbedaan penetapan 1 Syawal antara pemerintah dan Muhammadiyah.
Namun tentu saja pemerintah masih menunggu hasil rukyatul hilal yang akan dilakukan di 97 lokasi di Indonesia pada Kamis besok.
Lalu bagaimana saat hari raya Idul Fitri bertepatan dengan hari Jumat? Apakah umat Islam masih harus melakukan salat Jumat?
Dikutip Tribunjambi.com dari NU.or.id pada artikel yang ditulis oleh KH Munawir Abdul Fattah Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Sebetulnya tidak ada pembahasan khusus terkait hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yang jatuh pada hari Jumat.
Baca: Doa Niat Zakat Fitrah Untuk Diri Sendiri dan Keluarga, Jangan Sampai Salah
Hari raya adalah satu hal, dan hari Jumat adalah hal lain.
Akan tetapi ketika kita membicarakan seorang yang rumahnya sangat jauh dari masjid, apakah ia harus kembali lagi untuk menunaikan shalat Jumat setelah di pagi harinya ia telah menunaikan shalat hari raya?
Seperti di zaman awal Islam, ada sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah sejauh 4 km, bahkan lebih dari itu, dan harus ditempuh melewati padang pasir dan ditempuh dengan jalan kaki.
Apakah ia harus kembali lagi ke Madinah tanpa kendaraan untuk menunaikan shalat Jumat? Kalaulah ia harus kembali menempuh perjalanan dari rumah ke masjid dan sebaliknya, sungguh melelahkan.
Pertanyaan berikutnya apakah Islam tidak memberikan solusi?
Di sinilah kemudian timbul perbedaan pendapat.
Pendapat pertama mengatakan, tidak perlu kembali ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat.
Shalat Jumatnya dapat dikerjakan di rumah dan menggantinya dengan shalat Dzuhur.
Ini termasuk rukhshah atau keringanan dalam beragama.
Baca: Tata Cara Shalat Idul Fitri Lengkap Bacaan Doa dan Artinya, Untuk Jamaah Maupun Sendiri
Pendapat kedua mengatakan, kasus di Madinah di awal Islam itu bisa dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu? Hampir di setiap dusun ada masjid, rata-rata kurang dari 1 km dan tidak melewati padang pasir.
Pendapat kedua inilah yang dipilih sebagian besar orang NU.
Karena itu seorang Muslim harus kembali ke masjid untuk mengerjakan shalat Jumat setelah paginya menunaikan shalat hari raya atau shalat Id.
Meskipun demikian, tidak sedikit yang mengikuti jejak golongan pertama. Dengan mengajukan kasus di Madinah, tidak perlu mengajukan alasan apapun seperti perbedaan geografis dan cuaca suatu negara.
Yang jelas rukhshah itu patut disambut.
Imam Syafii seperti dikutip dalam Al-Mizan lis Sya’rani Juz I, mengatakan, jika kebetulan hari raya bertepatan dengan hari Jumat maka bagi penduduk perkotaan kewajiban menjalankan shalat Jumat tidak gugur dikarenakan telah menjalankan shalat Id.
Lain halnya dengan penduduk desa (yang amat jauh), kewajibannya mengerjakan shalat Jumat gugur, mereka diperbolehkan untuk tidak Jumatan.
Dalam kitab yang sama disebutkan, pendapat Imam Syafii ini sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
Sedang Imam Ahmad mengatakan, tidak wajib Jumatan bagi penduduk desa maupun kota dan gugurlah kewajiban Jumatan sebab mereka telah mengerjakan shalat Id, hanya saja mereka tetap wajib mengerjakan shalat dzuhur.
Malah menurut Imam Atha’ Jumatan dan shalat dzhuhurnya gugur sekaligus, dan pada hari itu tidak ada shalat setelah shalat Id kecuali shalat ashar.
Hadits tentang rukhsah ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam berikut ini:
قال: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمْعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ
Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan rukhshah untuk tidak menjalankan shalat Jumat, kemudian beliau bersabda," Siapa ingin shalat Jumat, Silakan!" (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Darami serta Ibnu Khazimah dan Al-Hakim).
Imam Masjid Dianjurkan Tetap Salat Jumat
Dikutip Tribunjambi.com dari sumber lain meski diberi keringanan, Imam masjid tetap dianjurkan melaksanakan Salat Jumat.
Pada hari Jumat atau bertepatan dengan tanggal 15 Juni 2018.
Artinya ada dua hari raya bertemu, hari Jumat dan juga Idul Fitri itu sendiri.
Pada masa Rasulullah hal ini pernah terjadi.
Baca: Ucapan Selamat Idul Fitri Bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia, Lengkap!
Lalu apakah salat Jumat masih perlu ditunaikan?
Tribunjambi.com mengutip rumaysho.com bahwa bila hari ‘ied jatuh pada hari Jumat, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri salat Jumat atau tidak.
Namun perlu dicatat bahwa imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan salat Jumat agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan salat Jumat bisa hadir, begitu pula orang yang tidak salat ‘ied bisa turut hadir.
Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali.
Pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang.
Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].
Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair.
Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan salat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan salat Jum’at.
Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.
Namun perlu ditekankan, dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan salat Jumat supaya orang yang ingin menghadiri salat Jumat atau yang tidak salat ‘ied bisa menghadirinya.
Dalil dari hal ini adalah dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam salat ‘ied dan salat Jumat “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.”
An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jumat, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[40] Karena imam dianjurkan membaca dua surat tersebut pada shalat Jum’at yang bertepatan dengan hari ‘ied, ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at dianjurkan untuk dilaksanakan oleh imam masjid.
Siapa saja yang tidak menghadiri salat Jumat dan telah menghadiri salat ‘ied –baik pria maupun wanita- maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti karena tidak menghadiri shalat Jum’at.
Semoga bermanfaat.