Bergelar Doktor dari Rusia Soesilo Toer, Adik Pramoedya Ananta Toer Habiskan Masa Tua dengan Mulung
Soesilo Toer (81) terus bersemangat memunguti barang-barang bekas yang masih bernilai jual di kampung kelahirannya
Banyak tokoh yang merasa tersudutkan dengan peran Pramoedya pada saat itu.
Pramoedya mendekam penjara 4 tahun di Nusakambangan dan 10 tahun di Pulau Buru.
"Hanya saya yang ditangkap saat turun dari pesawat. Puluhan lainnya lolos karena posisi bidangnya aman. Sebut saja ilmuwan, dokter, insinyur, dan lain-lain. Apakah karena Mas Pram yang lebih dulu dituding komunis. Setahu saya, Mas Pram itu PNI, bukan PKI. Saya itu murni belajar, ingin kaya dan tidak ada intervensi dari siapa pun. Saya memahami apa itu Marxisme-Leninisme, tapi bukan berarti saya terlibat di dalamnya," ungkap Soes.
Soes masih ingat betul, beberapa saat sebelum dia kembali ke Indonesia, Kedutaan Indonesia di Moskow menggelar pengajian untuk mendoakan para korban keganasan PKI.
Soes tidak hadir kala itu karena dia merasa tak mendapatkan undangan.
Namun, dia menduga, akibatnya dia dinilai terlibat PKI.
"Saya heran, kan tidak diundang jadi saya tidak tahu jika ada tahlilan. Malah dituding PKI. Saya wajib lapor di Rusia. Saya itu tidak suka politik. Saya hanya ingin belajar, kerja, dan kaya," ungkap Soes.
Tanpa pengadilan dan pembuktian atas kesalahannya, pada tahun 1978, Soes akhirnya keluar dari tahanan politik masa Orde Baru.
Soes lantas menetap di Jakarta.
Hidup sengsara
Berpredikat eks tahanan politik Orde Baru sungguh menyengsarakan Soes.
Di mana-mana dia dituding PKI, dicurigai dan diawasi.
Susah mendapat pekerjaan layak, apalagi bisa diterima dengan baik di lingkungan.
Bahkan, Soes sering dimaki-maki hingga diarak karena dituding PKI.
Beruntung saja tak sampai dianiaya hingga masuk rumah sakit.