Beberkan Proses "Cuci Otak" Begini Caranya Menurut Teman Bangku SMA Pelaku
pelaku teror bom tiga gereja di Surabaya yang mengajak istri dan keempat anaknya untuk melakukan bom bunuh diri masih terus dibicarakan masyarakat.
Ahmad Faiz mengungkapkan saat dirinya dan Dita duduk di bangku SMA, ideologi yang disampaikan para mentornya masih dalam meyakini negara tidak benar lantaran aturan yang dipakai bukan Islam.
Saat itu ideologi salah kaprah tersebut hanya diyakini dalam hati saja, tidak ada unsur kekerasan.
"Nah Dita sudah punya benih saat di SMA, kemudian dia berevolusi ke organisasi yang lebih ekstrem, menghalalkan darah orang lain. Menjadi teroris itu tidak ujug-ujug (mendadak), ada prosesnya," lanjut Faiz.
Pada proses menjadi teroris tersebut, Ahmad Faiz menyebutkan ada empat stadium hingga seseorang bisa berubah menjadi teroris.
"Stadium empat sekarang jumlahnya masih kecil, tapi kalau stadium satu sudah banyak," ujar Faiz.
Stadium satu ditandai bahwa seseorang hanya akan mempercayai bahwa golongannya saja yang paling benar.
Stadium dua menganggap sistem negara tidak benar.
Stadium tiga mulai menggunakan kekerasan verbal untuk menunjukkan ketidaksukaannya.
Hingga stadium empat yang sudah menggunakan kekerasan fisik.
Proses 'cuci otak' itu terjadi tanpa disadari oleh para calon teroris.
Menurut Faiz, Dita adalah orang baik, cuma terkena ideologi yang salah.
"Mereka ada di tengah-tengah kita, tidak mudah untuk dikenali," katanya.
Namun Ahmad Faiz juga mengakui ada beberapa kasus seseorang bisa berubah menjadi teroris dalam waktu singkat.
"Tapi ada juga yang sehari. Ali Imron pernah diwawancara oleh Wahid Foundation. Ia mengatakan beri saya anak yang ghiroh keagamaannya sedang tinggi-tingginya, dalam waktu 24 jam dia bisa jadi pengantin (pengebom bunuh diri),' pungkas Faiz.(*)