Sajian Menu Tongseng Anjing Kenapa Sangat Laku di Yogyakarta? Saat Ditelusuri ini Penyebabnya

Konon jika seseorang mengkonsumsi sengsu akan mendapatkan tambahan stamina sehingga siap bekerja keras kembali.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
warung penjual sengsu di Yogya 

Tujuan penggunaan lampu minyak memang disengaja agar suasana tetap gelap sehingga para konsumen yang sedang makan atau sedang menunggu tidak begitu dikenali wajahnya.

Pasalnya para pembeli sengsu di Yogyakarta rata-rata memiliki mental malu-malu kucing. Mau tapi malu jika dilihat orang lain apalagi orang yang malah sudah dikenalnya.

Baca: Heboh Tuliskan #Aktif di Kolom Komentar Facebook Bisa Kembalikan Foto Profil yang Hilang? Hoaks!

Satu porsi sengsu dihargai Rp15.000 dan jika ada konsumen yang membeli jumlah banyak, misal lebih dari Rp 100.000 selalu membuat terkejut penjualnya.

‘’Ada orang luar kota yang pesan banyak ya...?’’ tanya penjual sengsu yang penasaran tapi merasa senang itu.

‘’Yaaa ono sedulur Jakarta sing teko...(Yaaa ada saudara dari Jakarta yang datang...)," jawab si pembeli sesuai pengamatan penulis.

Dalam gurauan anak-anak muda di pedesaan Yogyakarta yang kadang-kadang mengeluh karena sulit mendapat pekerjaan formal, mereka malah punya pepatah, lebih baik jualan sengsu karena pasti laris.

Yang dimaksud laris ini adalah sengsu yang dijual lepas Magrib biasanya sudah habis tandas menjelang pukul 21.00 WIB.

Jika para konsumen berusaha mencari sengsu pukul 22.00 WIB dipastikan akan kecele karena semua pedagang sengsu sudah tutup.

Baca: Jangan Pesimis Bila Istri Tak Kunjung Hamil, ini 5 Tips Cara Mudah Memaksimalkan Sperma

Untuk mencari penjual sengsu yang para penjualnya tersebar di sepanjang desa dan  jalur jalan  Kulon Progo-Klepu-Godean- hingga kota Yogyakarta tidaklah  sulit.

Jika bingung bahkan bisa bertanya kepada warga yang biasa memiliki warung makan pinggir jalan dengan kode pertanyaan, ‘’ Yang jual ‘jamu sengsu’ di mana Mas..?’’

Pertanyaan itu pun akan dijawab dengan jelas tanpa malu-malu.

Maka tidak mengherankan jika di Yogyakarta,  kadang ada ‘blantik’ (makelar binatang) yang bertanya-tanya kepada warga yang pelihara anjing, apakah ‘wedus balap’-nya mau dijual atau tidak.

Maka jawabannya bisa beragam.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved