Guru yang Tampar Muridnya Hingga Tersungkur dan Direkam Siswanya Kini Ditetapkan Jadi Tersangka
Aksi kekerasan yang diduga dilakukan secara sengaja oleh oknum guru kepada muridnya ini terekam jelas dalam sebuah video dan menjadi viral
Tidak dibenarkan
Tindakan represif yang dilakukan oknum guru tidak tetap di SMK Kesatrian Purwokerto, Lukman Septiadi kepada 9 siswanya menjadi noktah hitam dalam catatan perjalanan dunia pendidikan.
Tersangka mengaku melakukan aksi penamparan dengan pikiran sadar.
Bahkan, baru-baru ini didapat fakta jika sang guru senidiri yang justru memerintahkan siswanya untuk merekam setiap adegan dalam video berdurasi 15 detik itu.
Baca: Ngeri Ah! Mbah Mijan Sebut Nikita Mirzani Dapat Kiriman Gaib, dari Siapa Ya?
“Ini kejadian pertama, awalnya tersangka tetap kukuh dengan prinsipnya, tapi akhirnya dia mengakui kesalahannya dan menyesal,” kata Kapolres Banyumas, Ajun Komisaris Besar Bambang Yudhantara Salamun.
Terkait dengan video kedua, dimana para korban mengaku ikhlas dan menerima tindakan yang ditempuh sang guru, menurut Bambang, tidak akan menghapus unsur pidana di dalamnya.
“Bagaimanapun juga, apapun alasannya, kekerasan dalam dunia pendidikan tetap tidak dapat dibenarkan,” ujarnya.
Pendamping korban dari Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Banyumas, Tri Wuryaningsih mengatakan, banyak pendekatan yang seharusnya dapat ditempuh oknum guru selain kontak fisik.
“Memang para korban dinilai telah nakal dan bandel, tapi hal ini tidak lantas menjadi alasan bagi guru untuk melakukan kekerasan. Sebaliknya guru harusnya melakukan pendekatan persuasif. Saya yakin jika siswa nakal ini disentuh hatinya pasti akan luluh dengan sendirinya,” jelasnya.
Baca: Ngeri Ah! Mbah Mijan Sebut Nikita Mirzani Dapat Kiriman Gaib, dari Siapa Ya?
Sepanjang pengamatannya, Tri menangkap, aksi penamparan yang dilakukan Lukman kepada sembilan muridnya ini merupakan buah dari pengalaman masa kecil sang guru.
Dalam video kedua yang diunggah, sang guru menilai, satu-satunya cara agar muridnya dapat mengerti kesalahannya sendiri adalah dengan memberikan rasa sakit.
“Cara itu didapat oleh tersangka atas dasar pengalaman masa lalu. Ini adalah bukti betapa pengalaman akan kekerasan itu akan berbekas dan jelas menimbulkan efek berantai,” ungkapnya.
Saat ini, lanjut Tri, yang paling dikhawatirkan adalah kondisi psikis para korban.
Berkaca dari kasus yang selama ini ditangani, besar potensi para korban kekerasan di usia muda ini justru kelak menjadi pelaku kekerasan saat dewasa nanti. “Lihat saja dari kasus ini (guru tampar murid), tersangka melakukan kekerasan lantaran pernah diperlakukan serupa saat kecil dulu,” jelasnya.