Harimau yang Ganas Dikulitinya, Giliran Disidangkan di Depan Hakim Pria ini Menangis Sesenggukan

Dua terdakwa kasus perdagangan satwa liar jenis kulit harimau saling bersaksi di persidangan.

Penulis: Dedy Nurdin | Editor: bandot
TRIBUNJAMBI/DEDI NURDIN
Sidang kasus penjualan kulit harimau di Pengadilan Negeri Jambi 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedy Nurdin

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dua terdakwa kasus perdagangan satwa liar jenis kulit harimau saling bersaksi di persidangan.

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jambi pada Kamis (18/1/2017)

Keduanya yakni Marsum dan Poniman yang merupakan warga sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Dalam persidangan itu, majelis hakim yang diketuai Badrun Zaini sempat geram dengan jawaban kedua terdakwa yang terkesan saling menutupi kesaksian.

"Kalian boleh berbohong, saling menutupi. Tidak apa-apa itu hak kalian, tapi jawabannya tidak masuk di logika,"kata Ketua Majelis Hakim Badrun.

Ini terjadi saat Poniman, terdakwa yang diduga menjadi pemburu Harimau berkelit saat ditanya alat yang digunakan untuk menjerat satwa yang statusnya saat ini di ambang kepunahan.

Sidang kasus penjualan kulit harimau di Pengadilan Negeri Jambi
Sidang kasus penjualan kulit harimau di Pengadilan Negeri Jambi (TRIBUNJAMBI/DEDI NURDIN)

Menurut Poniman dirinya tidak melakukan penangkapan namun pada satu hari di bulan Maret tahun 2017 lalu dirinya mendapati seekor harimau tergeletak tak bernyawa di kebunnya.

Lantas ia nekat mengkuliti satwa endemik sumatra yang statusnya dilindungi undang-undang itu.

"Coba lah pake logika, masak tiba-tiba aja turun harimau itu dari langit kondisi mati. Pakai logikalah sedikit kalau mau bohong. Itu hak kamu kalau mau bohong,"ujar Badrun menanggapi jawaban terdakwa Poniman.

Rasa jengkel majelis hakim kembali terlihat saat mendengar keterangan Marsum saat ditanya soal pihak pemesan dan perannya dalam mencari pembeli kulit harimau.

Menurut Marsum dirinya tidak pernah menjual kulit harimau dan baru sekali itu hendak menjual lantaran tergiur harga yang tinggi.

Marsum mengatakan ia didatangi orang bernama Acin yang langsung menawar kulit harimau tersebut seharga Rp 105 Juta.

Namun setelah negosiasi, calon pembeli pulang dan beralasan hendak menjemput uang,"Tapi dua hari sesudah itu polisi datang, saya di bawa sama kulit harimau itu. Padahal selama ini disimpan selama 5 bulan tidak ada yang tahu kecuali orang yang ngaku dari Jakarta mau beli itu,"kata Marsum dihadapan Majelis Hakim.

"Masak ia tiba-tiba datang trus nawar mau beli, dak mungkin dia tahu kalau ndak dipesan duluan atau di tawarkan,"kata Badrun.

Marsum pun akhirnya tertunduk dan tak lama kemudian menangis di hadapan majelis hakim, "Demi Allah pak saya tidak pernah menjual, baru sekali ini. Saya bukan sindikat,"ujarnya.

Terpisah Penasehat Hukum Terdakwa Poniman Tengku Ardiansyah mengatakan jiak kliennya bukanlah pemburu seperti yang disangkakan.

Namun hanya petani yang menemukan harimau dalam kondisi mati lantas di ambil kulitnya.

"Kesalahannya karna dia menguliti itu, kalau untuk jual tadi kan sudah di jelaskannya dalam persidangan kalau dia hanya nyimpan dua bulan trus dikasi ke ponakannya di Marsum itu,"katanya.

Terpisah, Ilham selaku Penasehat Hukum terdakwa Marsum mengatakan jika apa yang disangkakan pada kliennya soal adanya indikasi keterlibatan sindikat tidaklah benar.

"Dia cuma petani dan bsru sekali ini mau menjual kulit harimau yang dikasikan oleh Poniman. Dia cuma petani biasa kok, bukan penjual kulit Harimau,"singkatnya.

Sidang dijadwalkan akan kembali digelar pada pekan depan dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (Dnu)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved