Senjata Makan Tuan, Ajak Warganet Pergoki Aksi Susila, Penggagas Celup Malah Jadi Korban Pertama
Kampanye anti susila bernama Cekrek, Lapor, Upload (CELUP) menuai banyak kritik netizen. Bermaksud mengurangi tindakan asusila
Penulis: Efrem Limsan Siregar | Editor: rida
TRIBUNJAMBI.COM- Kampanye anti susila bernama Cekrek, Lapor, Upload (CELUP) menuai banyak kritik netizen.
Bermaksud mengurangi tindakan asusila di ruang publik, gerakan ini justru dicibir habis-habisan.
Keberadaan CELUP di dunia maya bisa ditemukan lewat akun IG @cekrek.lapor.upload dan aplikasi LINE.
Brosur kampanye CELUP juga sudah tersebar.
Blogger Detha Prastyphylia salah satu yang menemukannya di media sosial.
Baca: Posting Video Buang Mainan ke Closet, Ria Ricis Ditantang Adu Panco Atau Muay Thai Diatas Ring
Baca: Dulu Disiksa, Tabung Penyedot Debu Sampai Dimasukan ke Mulut. Kini TKW Ini Dapat Kompensasi Rp 1,3 M
Baca: Aneh Tapi Nyata, Mengira Pantat Monyet Lampu Merah, Pengemudi Wanita Ini Sebabkan Kecelakaan
Dia mengunggah foto brosur kampanye tersebut.
Di sampul depan tertulis "Pergokin Yuk! Biar Kapok".
"Jika kamu menemukan sepasang kekasih berbuat tindak asusila di tempat umum dan merasa terganggu maka segera laporkan dengan mengikuti gerakan sosial ini," tulis dalam brosur tersebut.
Di Instagram, gerakan ini sempat menuliskan di deskripsi akun @cekrek.lapor.upload, "Selamatkan ruang publik kita, pergoki mereka! Laporkan kepada kami (emoji)"
Hanya saja, akun IG tersebut tidak dapat ditemukan lagi di Instagram.
Detha berhasil menemukan penggagas gerakan ini berdasarkan penelusurannya di salah satu surat kabar nasional.
Disebutkan, kampanye CELUP dipelopori oleh mahasiswa semester lima dari jurusan Desain Komunikasi Visual salah satu Universitas Swasta di Surabaya, Jawa timur.
Koordinator kampanye yang bernama Fadhli Zaky.
Dalam ilustrasi yang terpampang di brosur, cara kerja kampanye ini adalah, seseorang memotret pasangan 'asusila', melaporkannya, dan mengunggahnya ke internet.
CELUP pun menjadi viral dan sempat menduduki peringkat teratas Trending Topic, Rabu (27/12/2017).
Gerakan ini nyatanya tidak mendulang banyak dukungan, malah menuai kritik.
Sejumlah netizen mengunggah foto-foto 'mesra' Fadhli Zaky bersama pacarnya ke Twitter untuk menunjukkan kontradiksi gerakan tersebut.
"Aku mungkin akan respek kalo kampanye Celup itu motoin orang buang sampah sembarangan, pemotor lewat trotoar, orang ngrusak fasilitas umum, atau orang kencing sembarangan. Justru mereka itulah yang bener-bener ngrusak ruang publik," tulis @AriLapar, Rabu (27/12/2017).
"Kenapa celup ? Secelup dua celup ? Gerakan Celup ini berpotensi jadi hukum rimba. Kesewenang wenangan. Bikin gerakan kok motret orang pacaran," tulis @imanbr, Rabu (27/12/2017).
"kalo anda tidak suka dibully, tidak suka hubungan pribadinya tiba2 dihakimi org2 tdk dikenal, maka jangan soktau bikin gerakan menghakimi pasangan mesra di depan umum! kalo anda anti mesum, bagus! bikin program yg tdk menghakimi, tp yg merangkul!" tulis @lycalya.
Namun, para penggagas CELUP mengatakan belum pernah menyebarkan foto-foto tindak asusila.
Sayangnya, foto Fadhli Zaky dan pasangannya sudah tersebar terlebih dahulu di sosmed.
Dalam klarifikasinya, CELUP dikatakan hanya sebuah contoh tugas kuliah yang tidak 'real' untuk dilakukan.
"Tapi kami melihat tingkah teman-teman yang menyalahgunakan foto anggota kami baik sengaja/tidak sengaja telah mengarah ke pencemaran nama baik. Kami pikir kita sama-sama memiliki privasi masing-masing. Kami berharap foto-foto tersebut segera dihapus atau segera kami tindak lanjuti," tulis anggota CELUP seperti yang terlihat dalam tangkapan layar yang diunggah Detha di Twitternya.
Apa yang bisa dipetik dari fenomena CELUP ini, terutama dalam dunia pendidikan?
Fajar Junaedi 'dosen Ilmu Komunikasi' dan 'penulis buku' mengatakan kampanye CELUP memberi pelajaran bahwa hardskill teknis saja di bangku kuliah itu tidak cukup. Etika dan attitude dianggap penting
"Dalam konteks Pendidikan Tinggi, terutama Ilmu Komunikasi, kampanye CELUP memberi pelajaran bahwa hardskill teknis saja di bangku kuliah itu tdk cukup. Harus ada softskill dalam Etika dan attitude yg diajarkan dosen di kuliah," tulis @fajarjun.
TRIBUNNEWS/Efrem Limsan Siregar