Terungkap! Gara-gara Tak Tahu Nama Presiden WNA Asal Myanmar ini Ketahuan Ilegal
Eko Dirgantoro menceritakan, aksi penggagalan upaya Kukuh ini terungkap saat ia hendak mengurus paspor di Kantor Imigrasi Kelas I A Jambi.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: bandot
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedy Nurdin
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Meski sudah cukup lama menetap di Jambi dan sudah berbaur dengan masyarakat di Penyengat Rendah, tim Wasdakim Kantor Imigrasi Kelas IA Jambi tampaknya tak terkecoh dengan upaya Kukuh Sihotang alias Thiha Myo Hte Swe (38) mengelabui petugas.
Eko Dirgantoro menceritakan, aksi penggagalan upaya Kukuh ini terungkap saat ia hendak mengurus paspor di Kantor Imigrasi Kelas I A Jambi.
Sekitar pukul 10.30 wib, Kukuh yang sudah mendaftar via online datang dengan rapih membawa map berisi berkas untuk mengurus paspor.
"Rencananya dia mau ke Myanmar, ngurus paspor,"Kata Eko dikonfirmasi pada Kamis (14/12/2017) sore.
Namun saat wawancara, petugas curiga karna saat ditanya beberapa persoalan tentang wawasan kebangsaan, Kukuh terlihat panik dan gelisah.
"Waktu ditanya nama presiden dia ndak tau, lama baru jawab. Banyak lah ditanya, akhirnya dicurigai, diintrogasi ternyata dia mengaku,"Kata Eko.
Dalam pengakuannya, kata Eko Kukuh Sihotang bermaksud membat paspor untuk mengunjungi keluarganya di Myanmar dan membawa anak serta istrinya ke sana.
Dalam dokumennya juga cukup lengap karena ia sudah memiliki KTP dan KK,"Mungkin dia sudah yakin, tapi ternyata banyak tak tahu waktu ditanya mengaku lah dia kalau aslinya dari Myanmar," sambung Eko.
Kukuh sendiri sudah menikah dengan seorang wanita kelahiran Jambi dan tinggal menetap di Perumahan Aur Duri,"Sudah Punya anak satu,"ujar Eko.
"Dia di Jambi dari tahun 2004, menikah dan menetap. Tapi baru ketahuan," sambungnya.
Eko menambahkan saat ini masih dalam proses penyidikan sebelum masuk proyustisia.
"Pasal yang dikenakan paal 126 huruf c yaitu memberikan data tidak sah atau keterangan tidak benar untuk memperopleh keterangan dokumen ri bagi dirinya. Paling lama ancaman lima tahun denda paling banyak 500 juta rupiah sesuai UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian,"Pungkas Eko.
