Suku Anak Dalam

Meski Didenda Karena Keluar dari Sukunya, Pelito Tetap Bertekad Memajukan SAD

Pelito, SAD yang kini telah menjadi mualaf dan mengganti nama menjadi M Fajri harus meninggalkan suku ( kelompok) untuk hidup lebih baik.

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Fifi Suryani
TRIBUN JAMBI/ABDULLAH USMAN

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BULIAN - Pelito, SAD yang kini telah menjadi mualaf dan mengganti nama menjadi M Fajri harus meninggalkan suku ( kelompok) untuk hidup lebih baik.

Suku anak dalam (SAD) dari bukit 12 batin XXIV air hitam, yang juga termasuk kelompok dan sekligus anak dari Temenggung Jennong, terpaksa harus meninggalkan kelompoknya di rimba untuk hidup lebih baik seperti warga umumnya.

"Saya awalnya sering mengikuti perkumpulan masyarakat dan mengikuti kegiatan mereka, dari situ timbul rasa ingin tahu untuk hidup lebih baik seperti masyarakat umumnya," ujar Fajri.

Dari pilihannya tersebut, dirinya terpaksa harus menerima sanksi hukum adat yang dipercayai leluhurnya, dengam denda hukum adat yaitu mengganti kain panjang sebanyal 60 lembar (perlembar paling murah Rp 50 ribu) dan uang tunai Rp 600 ribu.

"Hukum adat tersebut sudah dibayar orang tua (temenggung), namun sayo merasa hutang budi samo bapak," ujarnya.

Dikatakannya pula, keluar dari SAD sejak tahun 2013 silam, sejak itu pula dirinya memeluk agama Islam dan hidup dengan masyarakat di kecamatan bathin. dan tinggal di rumah dinas camat setempat.

Dalam kesehariannya, dirinya pernah menjdi santri di pondok pesantren di Sungai Gelam tahun 2014, namun tidak berlangsung lama dan terpaksa putus karena keterbatasan dana.

"Sempatlah belajar belum banyak ilmu yang didapat lah putus, karno selamo ini dananyo dari swadaya warga Kecamatan Bathin," tuturnya

Dikatakannya pula, keinginan untuk dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat SAD di wilayahnya merupakan impian terbesar baginya, namun hal tersebut diakuinnya masih banyak keterbatasan kemampuan.

"Untuk sekolah dulu sudah sempat dimasukkan lurah melalui panti sosial untuk sekolah. namun hingga saat ini belum ada tanggapan," ujarnya.

Di lain sisi, dirinya juga mengkritisi kerja Warsi, terutama dalam melakukan pendidikan dan pengajaran bagi anak anak SAD yang dinilai kurang baik.

" Macam mano kami mau pintar, mereka ngajar datang sekali sebulan kemudian baru datang lagi, kalo sayo pintar pengen sayo yang ngajarin kawan di sano tu," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved