Ini Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Terbaik untuk Mengisinya, Ada Puasa di Tanggal 10
Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.
TRIBUNJAMBI.COM - Hari ini, Kamis (21/9/2017), umat Islam di seluruh dunia merayakan tahun baru Islam 1 Muharram1439 Hijriah.
Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya.
Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun Islam.
Silakan simak pembahasan berikut seperti dikutip dari rumaysho.com:
Muharram Bulan Istimewa
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.
Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut?
Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab. Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram?
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”[3]
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”[4]
Sikap yang tepat adalah menyambut tahun baru Hijriah ini dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah.
Jangan justru menyambutnya secara berlebihan, maka mengarah pada perbuatan syirik.
Karena seseorang akan dimintai pertanggung jawaban nanti hari kiamat tentang mereka.
Allah berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6).
Selain itu, hendaknya kita melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya, karena nanti di hari kiamat, anggota tubuh seseorang akan berposisi sebagai musuh baginya. (Tribun Jogja/dik)
Puasa
Dikutip dari nu.or.id, Muharram termasuk bulan yang dimuliakan Allah SWT.
Saking mulianya, ia dijuluki dengan syahrullah (bulan Allah).
Muharram dikatakan mulia karena di dalamnya terdapat amalan sunah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya.
Amalan sunah yang dimaksud ialah puasa.
Kesunahan puasa di bulan Muharram didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah:
جاء رجل إلى النبي ضلى الله عليه وسلم فقال: أي الصيام أفضل بعد شهر رمضان؟ قال: شهر الله الذي تدعونه المحرم
Artinya, "Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram,” (HR Ibnu Majah).
Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan sebagai berikut.
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم
Artinya, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram.”
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi mengatakan, hadits ini menjadi dalil keutamaan puasa Muharram.
Sementara hadits lain yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban, bukan Muharram, dapat dipahami melalui dua tafsiran:
pertama, ada kemungkinan Rasulullah SAW baru mengetahui keutamaan puasa Muharram di akhir hayatnya;
kedua, Rasulullah SAW mungkin sudah memahami keutamaannya, namun beliau tidak memperbanyak puasa di bulan Muharram dikarenakan udzur, seperti sakit, sedang di perjalanan, dan lain-lain.
Al-Qurthubi, seperti yang dikutip As-Suyuthi dalam Ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim menjelaskan:
إنما كان صوم المحرم أفضل الصيام من أجل أنه أول السنة المستأنفة فكان استفتاحها بالصوم الذي هو أفضل الأعمال
Artinya, “Puasa Muharram lebih utama dikarenakan awal tahun. Alangkah baiknya mengawali tahun baru dengan berpuasa, sebab puasa termasuk amalan yang paling utama.”
Memperbanyak puasa di bulan Muharram disunahkan karena ia merupakan pembuka tahun baru.
Tentu harapannya, di bulan selanjutnya, menjalankan ibadah puasa sunah ini tetap dilakukan dan tidak berhenti sampai akhir bulan Muharram.
Selain awal tahun, dalam banyak hadits juga disebutkan bahwa tanggal 10 Muharram dianjurkan untuk berpuasa.
Sebab itu, Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in mengatakan, “Bulan utama untuk berpuasa setelah Ramadhan adalah asyhurul hurum (bulan-bulan mulia).
Sementara di antara asyhurul hurum itu bulan Muharram adalah yang paling utama, kemudian Rajab, Dzulhijah, Dzulqa’dah, Sya’ban, dan puasa ‘Arafah. Wallahu a’lam.(*)