Tangisan Ibunda Debora: Mereka Jahat, Mereka Biarkan Dedek Kedinginan

Dekkk...mamak datang lagi liat kamu dekk. Mereka jahattt..jahattt..mereka jahatt dek..mereka biarkan dedek kedinginan

Editor: Suang Sitanggang
Facebook Birgaldo Sinaga
Debora 

TRIBUNJAMBI.COM - Netizen dengan akun Birgaldo Sinaga menuliskan kisah yang begitu memilukan tentang meninggalnya bayi bernama Debora.

Dia menulis judul di facebook: Ditolak karena kurang uang DP, Bayi Debora meninggal di RS Mitra Keluarga. Tulisan itu dipostingnya 8 September 2017.

Hingga 10 September, tulisan Birgaldo sudah 30.979 kali dibagikan, dan 18 ribu komentar. Netizen di kolom komentar mayoritas mengecam tindakan rumah sakit.

Ini cuplikan kisah yang dituliskan Birgaldo Sinaga, yang merupakan cuplikan kisah sesudah Debora meninggal di rumah sakit terseut.

10092017_bayi debora
10092017_bayi debora (facebook/birgaldosinaga)

Usai dari RS Mitra Keluarga, saya diajak kedua orang tua Debora berjiarah ke makam anaknya di TPU Tegal Alur. Kami naik taxi on line.

Matahari begitu pongah siang itu. Terik sekali. Pemakaman nampak sunyi. Dua puluh langkah dari makam Debora, tangis bu Henny pecah.

"Dekkk...mamak datang lagi liat kamu dekk. Mereka jahattt..jahattt..mereka jahatt dek..mereka biarkan dedek kedinginan", ujar Bu Henny sesunggukkan dengan air mata deras membasahi pipinya. Di depannya sang suami mencoba tegar. Ia hanya menaburi kembang sambil menahan air matanya tumpah.

"Dekk...mamak janji setiap minggu akan liat dedek ya. Maafkan mamak ya dek...tak ada lagi kawan mamak malam-malam. Tak ada lagi yang mamak gendong malam-malam. Mereka jahat dekk..mereka jahat", tangis Bu Henny terus berulang.

Saya tak bisa menahan air mata. Ini kali ke dua saya menangis sejak tiga hari lalu berjiarah ke makam Emak di TPU Pondok Ranggoon.

Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi duka kita bisa cepat pulih karena kita masih punya masa depan. Ada anak kita. Anak kita masa depan yang bisa bisa kita lihat.

Tapi bagaimana ketika kita kehilangan anak? Masa depan apa yang hendak kita rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam dan sadisnya rumah sakit yang memaksa uang muka baru dilayani?

Lamat-lamat kuping saya mendengar tangis Bu Henny seperti suara lirih bayi mungil Debora yang masih berumur 4 bulan. Saya mendengar suara lirih dari kuburnya.
"Mama apa salahku ma?".

Selamat jalan anakku Debora cantik..bisikkan kepada malaikat di surga betapa kami menyayangimu.
Salam penuh dukaku
Birgaldo Sinaga

Sementara itu, wartawan Warta Kota pun mengunjungi kedaiaman orangtua Debora, yakni Henny dan Rudianto.

Henny dan Rudianto dirundung duka mendalam. Mereka kehilangan bayinya yang bernama Debora, karena kesulitan membayar adminitrasi pelayanan di rumah sakit.

Warta Kota mencoba menyambangi kediamannya di Jalan Husen Sastranegara, Gang H Jaung RT 02/01 Kampung Baru, Kecamatan Benda, Tangerang, Banten.

Pasangan suami istri ini tinggal di rumah berukuran kecil yang hanya mempunyai tiga ruangan.

Mereka hanya mengontrak di rumah tersebut. Sepeda motor butut Rudianto terpakir di depan tempat tinggalnya itu.

Henny yang mengenakan daster berwarna cokelat muda, masih tampak murung di ruang tamu.

Ia memegangi pakaian Debora dan menceritakan kepiluannya yang mendalam.

"Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaannya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Sabtu (9/9/2017).

Debora yang berusia empat bulan, tiba-tiba mengalami sakit pada Minggu (3/9/2017) dini hari.

Orangtuanya pun panik dan membawanya ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.

"Kami sudah kepanikan, dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak napas," ungkapnya.

Pihak rumah sakit langsung melakukan pelayanan. Bayi berusia empat bulan itu segera mendapatkan penanganan di IGD.

Namun, kondisi Debora semakin melemah. Dokter di rumah sakit tersebut menyarankan agar bayi ini harus dibawa ke ruang PICU.

"Anaknya ini katanya keadaannya makin parah. Banyak dahak dan dilakukan penyedotan. Ruangannya juga di situ dingin, kondisi tubuhnya tidak kuat, makanya harus dibawa ke Ruang PICU," jelas Henny.

Namun sayangnya pasangan suami istri ini mengalami kendala. Mereka kesulitan membayar administrasi.

"Saya enggak punya cukup uang untuk membayarnya. Sudah kekurangan uang, tapi diminta lagi harus bayar lab," paparnya sedih.

Pasangan ini hanya mampu mengeluarkan uang semaksimal mungkin sebesar Rp 6 juta sebagai uang muka. Rumah sakit setempat meminta uang DP sebesar Rp 19 juta.

"Saya kemudian isi pulsa Rp 200 ribu untuk telepon saudara dan teman-teman. Meminjam ke sana ke sini, tapi uangnya tetap enggak cukup," imbuh Henny, haru.

Waktu pun terus berjalan, dan pihak dokter mengabarkan bahwa bayi Debora sudah meninggal dunia.

"Saya teriak, anak saya kedinginan dan tubuhnya putih pucat. Di situ saya menjerit, benar-benar jahat dan kejam ini. Nyawa anak saya hanya selembar kertas administrasi itu."

"Pihak rumah sakit hanya mengucapkan turut berduka cita tanpa memberikan keterangan penyebab kematiannya," papar Henny.

Kisah pilu meninggalnya bayi berumur empat bulan meninggal setelah orang tuanya tidak mampu membayar uang muka untuk perawatan di ICU khusus anak menimbulkan gelombang kemarahan netizen.

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved