Hutan di Hulu Sungai Dibabat, Warga Desa di Jangkat Cemas Air Menyusut
Desa Renah Anai, Kecamatan Jangkat terkenal dengan air sungainya yang deras. Air yang melimpah hasil serapan pegunungan
Penulis: Herupitra | Editor: Fifi Suryani
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Herupitra
TRIBUNJAMBI.COM, BANGKO – Desa Renah Anai, Kecamatan Jangkat terkenal dengan air sungainya yang deras. Air yang melimpah hasil serapan pegunungan itu merupakan sumber kehidupan warga setempat dan sekitarnya.
Namun, belakangan ini Desa Renah Alai terancam tak lagi memiliki sungai yang deras. Sebab hutan di hulu sungai yang merupakan sumber mata air telah dibabat.
Warga setempat khawatir, dirambahnya hutan tersebut akan berdampak terhadap ketersediaan air. Ancaman keringnya air sungai, kini telah mulai dirasakan warga.
Sungai yang diberi nama Sungai Gedang itu sudah tak sederas dulu lagi. Debit airnya terus menyusut dari hari ke hari.
“Sungai Gedang ini sumber kehidupan warga Renah Alai dan warga sekitarnya. Digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari dan juga sumber pengairan pertanian,” kata Kades Renah Alai, Zulhadi.
Selain dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian. Sungai ini juga merupakan sumber penggerak PLTMH yang menerangi perkampungan warga.
“Tapi sejak di hulu sungai hutannya telah dirambah. PLTMH nyalanya redup dan kedap-kedip, padahal dulunya normal,” sebut Kades.
Kondisi tersebut, membuat warga desa setempat sangat cemas. Apa lagi perambahan yang terjadi di hulu sungai semakin menjadi. Dilakukan oleh orang yang tak bertanggungjawab.
“Takut air sungai yang selalu dimanfaatkan itu tak bisa mengalir lagi, karena sumber mata airnya sudah dirusak,” ujarnya.
Disebutkan, kerusakan hutan di hulu sungai sudah cukup parah. Ada belasan hektare hutan yang masuk dalam Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) itu telah dibabat.
Senada juga diakui oleh tokoh masyarakat setempat, Afaat, bahwa hulu Sungai Gedang sudah dirambah. Dia akuinya, warga desa sudah sudah berupaya menghentikan kegiatan tersebut. Tapi tetap saja masih dilakukan.
“Kami warga lokal sejak ratusan tahun menjaga hutan disini. Apalagi ini wilayah TNKS. Tapi seenaknya saja dirambah oleh pendatang,” ujar Afaat