Suhu Jambi Terus Naik, DBD pun Ikut Naik

Pada tahun 1983 di Kota Jambi rata-rata suhu satu tahun 26,8 derajat celcius. Pada 1984 turun menjadi 26,2. Namun pada 1985 naik menjadi 26,4

Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUN JAMBI/JAKA HB
Grafik kenaikan suhu Muarojambi 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Jaka HB

TRIBUNJAMBI.COM - Daman berharap Najipah segera pulang. Tidak hanya pulang tapi sehat dan bisa bermain kembali serta berkumpul dengan keluarga. Namun, kecemasan Daman terhadap keadaan cucunya itu tidak lagi seperti hari sebelumnya.

Daman adalah kakek dari Najipah yang baru berusia lima tahun. Dia tinggal di Sarang Burung kawasan Seberang Kota Jambi. Sudah sejak hari minggu cucu Daman yang berusia lima puluh tahun ini terbaring dengan tangan ditempeli jarum infus.

“Tapi sekarang trombositnya katanya sudah membaik,” kata Daman yang baru keluar dari ruang perawatan Najipah.

Daman mengungkapkan bahwa Najipah sudah cukup terlambat dibawa ke Rumah Sakit Raden Mattaher. Sebab penyakit Najipah sudah terlihat tanda-tandanya lebih dari satu hari. Namun, sakitnya tidak begitu ketahuan karena demam yang dialami Najipah adalah demamyang dingin, bukan panas.

“Awalnya dibawa ke puskesmas, lalu ke dokter. Terus ya dirawat disini badannya waktu itu dingin,” katanya.

Daman mengatakan di lingkungan tempat tinggalnya ada juga beberapa orang yang terserang Demam Berdarah Dengue (DBD) ini. “Ada juga di lingkungan saya. Anak-anak banyak juga, tadi yang seruangan dengan Najipah baru keluar dua, terus ada masuk lagi karena DBD,” ungkap Lelaki yang menggunakan kaos berkerah warna biru itu.

Dia berharap cepat-cepat saja Najipah keluar. Cucu yang kerap disapanya Hani ini tidak lagi lunglai benar seperti sebelumnya.

Bukan hanya Daman yang memasukkan cucunya ke rumah sakit. Ada juga Yusrizal. Bedanya Yusrizal membawa anaknya di Rumah Sakit Abdul Manap. Anaknya bernama Farhan dan berusia 13 tahun. Bahkan di ruangan Farhan sendiri ada kakak beradik yang sekaligus terkena DBD. Hanya saja.

Orangtua mereka tidak bersedia berbincang dengan Tribun. Lantas Tribun berbincang saja dengan Yusrizal.

Daman dan Yusrizal mengaami kecemasan ini Januari 2016. Mereka berharap ini tak lagi terjadi. Mereka tahu betul bagaimana cemasnya saat keluarga mereka terkena DBD.

Angka DBD sendiri selalu banyak di Kota Jambi. Dinas kesehatan setempat mencatat pada 2015 ada 191 orang terkena DBD. Pada tahun 2016 meningkat jadi 189 orang. Sedangkan tahun 2017 ini tercatat hingga April sudah ada 61 orang.

Pada level provinsi Jambi, angka kasus DBD malah meningkat terus. Mulai tahun 2013 sampai 2016 angkanya terus naik.

Dinas kesehatan provinsi Jambi mencatat pada 2013 ada 638 kasus DBD di seluruh provinsi Jambi. Tahun 2014 ada 975 kasus dengan 14 korban meninggal. Tahun 2015 ada 1138 kasus dengan 9 orang meninggal. Tahun 2016 ada 1552 kasus dengan jumlah 14 orang meninggal dunia.

Suhu Jambi Terus Naik

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya kasus DBD di Jambi. Mulai dari kebersihan lingkungan tempat tinggal, daya tahan tubuh warga sendiri hingga bertambah banyaknya populasi nyamuk di Jambi.

Faktor meningkatnya populasi nyamuk ini menurut beberapa ahli berkaitan dengan meningkatnya suhu udara. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi mencatat bahwa Jambi mengalami kenaikkan suhu yang signifikan tiap tahunnya. Salah satunya Kota Jambi.

Pada tahun 1983 di Kota Jambi rata-rata suhu satu tahun 26,8 derajat celcius. Pada 1984 turun menjadi 26,2. Namun pada 1985 naik menjadi 26,4 derajat celcius.

Kenaikkan tidak terlalu teratur. Pada tahun 1997 terjadi kenaikan suhu menjadi rata-rata 26,9 pada 1997. Kemudianterjadi kenaikan pada 1998 menjadi 27,2. Namun, kembali turun pada 1999 menjadi 26,7.

Sedangkan bila melihat empat tahun ke belakang kenaikkan juga terlihat. Pada tahun 2013 rata-rata suhu udara26,8 derajat celcius. Angka ini naik menjadi 26,9 pada tahun 2014. Tahun 2015 angka ini naik pula menjadi 27,0. Tahun 2016 tercatat rata-rata suhu naik sebanyak 0,3 yaitu 27,3 dereajat celcius.

“Suhu tertiggi periode 2012 hingga 2016 terjadi tanggal 11 September 2016. Suhunya sampai 35,4 derajat celcius,” kata Arif Marufi selaku analis iklim stasiun klimatologi BMKG Jambi, pada Kamis (3/8) lalu.

Kenaikkan suhu ini tidak hanya terjadi di Kota Jambi, tapi juga di beberapa kabupaten. Seperti Kabupaten Muaro Jambi dan Kerinci.

Sejak 2011 hingga 2016 suhu di Kabupaten Muaro Jambi cenderung naik. BMKG mencatat pada 2011 rata-rata suhu 26,5 derajat celcius. Pada 2012 naik 26,7 derajat celcius. Pada 2013 tetap ada angka 26,7 derajat celcius.

Pada tahun 2014 rata-rata suhu 26,8 derajat celcius naik menjadi 27,0 derajat celcius pada 2015. Pada 2016 rata-rata suhu di Muaro Jambi tercatat pada titik 27,2 derajat celcius. Naik 0,2 derajat.

Tak hanya Muaro Jambi yang berada di dataran rendah, kenaikkan suhu juga terjadi di dataran tinggi Kerinci. BMKG mencatat kenaikkan suhu cenderung terjadi sejak 2009.

Pada tahun 2009 rata-rata suhu Kabupaten Kerinci 22,1 derajat celcius. Angka ini naik pada 2010 menjadi 22,5 derajat. Pada tahun 2011 rata-rata suhu turun menjadi 22,3 derajat. Namun sejak 2012 berturut-turut naik hingga 2016.

Pada tahun 2012 BMKG mencatat rata-rata suhu kabupaten Kerinci 22,4 derajat celcius. Pada 2013 naik menjadi 22,5 derajat. Pada 2014 dan 2015 rata-rata suhu naik dan tetap pada 22,6. Namun pada 2016 rata-rata suhu naik 0,3 derajat, yaitu 22,9 derajat celcius.

Suhu Naik, Nyamuk Makin Ramai

Sukmal Fahri adalah akademisi Kesehatan Lingkungan di Sekolah Tinggi Kesehatan Harapan Ibu (Stikes HI) Jambi. Dia telah lama berkonsentrasi meneliti nyamuk demam berdarah.

Tesis dan disertasinya mengatakan perubahan suhu sangat memungkinkan terjadinya ledakan nyamuk. “Sangat mungkin,” ungkapnya.

Kenaikan suhu yang terjadi meimbulkan banyak dampak. Salah satunya ledakan nyamuk dan migrasi nyamuk dari tempat kebakaran hutan ke tempat yang padat penduduk.

Menurut Sukmal dalam teori lama memang nyamuk tidak bisa hidup di daerah dingin. Namun, teori tersebut sudah dibantah dengan penelitian seorang akademisi di Malaysia.

“Kalau berdasarkan teori sebelumnya memang begitu, tapi sekarang tidak. Buktinya di Kerinci, di Sungai Penuh yang daerah tinggi dan dingin tetap ditemukan demam berdarah. Artinya ada adaptasi. Itulah nyamuk ini unik, dia mudah beradaptasi,” katanya.

“Ada adaptasi nyamuk terhadap lingkungan. Suhu bukan lagi pembatas untuk perkembangbiakan nyamuk,” tambah Sukmal.

Salah satu penelitian yang diungkap Sukmal yang mengatakan suhu secara general di Indonesia naik dalam 10 tahun 0,1 derajat celcius dan dalam keadaan seperti itu nyamuk mengalami percepatan tumbuh. “Ada percepatan masa inkubasi instrinsik,” katanya.

Masa bertelur yang sebelumnya 12 hari menjadi 7 hari. “Artinya percepatan terhadap siklus hidup nyamuk dari telur kemudian menjadi kupa menjadi dewasa,” katanya.

Selain terkait suhu, perkembangan nyamuk ini kata Sukmal dapat juga dipengaruhi oleh resistensi nyamuk sendiri. Resistensi ini dicontohkan Sukmal bagaimana daya tahan nyamuk saat disemprot racun nyamuk.

“Misalnya 10 menit setelah disemprot nyamuknya hidup lagi berarti nyamuk tersebut semakin bertambah kuat resistensinya terhadap racun nyamuk tersebut, ini juga yang menyebabkan siklus berkembangnya cepat,” katanya.

Selain itu untuk persoalan adanya migrasi dari hutan yang terbakar ke tempat padat penduduk itu juga mungkin terjadi.

Tutupan Hutan Jambi Terus Berkurang

Berkurangnya tutupan hutan atau tutupan hijau sangat mungkin memengaruhi perubahan iklim di suatu tempat. Hal ini dibenarkan oleh Nursanti selaku dosen kehutanan di Universitas Jambi (Unja).

Nursanti mengatakan pemerintah Jambi sangat perlu membuat kebijakan yang pro lingkungan. “Kebijakan pemerintah sangat diutamakan,” katanya.

Nursanti mengatakan terutama yang tidak mengabaikan pelbagai faktor yang telah direkomendasikan dalam rencana strutur tata ruang. Dia mengatakan sudah banyak tutupan hutan yang hilang.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat dalam rentang 2012 hingga 2016 Jambi kehilangan tutupan hutan 189.125 hektare. Pada tahun 2012 KKI Warsi mencatat Jambi masih punya hutan 1.159.559 ha. Namun pada tahu 2016 jumlah ini merosot jadi 970.434 ha. Data ini berdasaran interpretasi lansat 8.

Tak hanya KKI Warsi, lembaga Forest Watch pun mencatat kehilangan tutupan hutan di Jambi. Terutama pada ekosistem Bukit Tigapuluh. Forest Watch mencatat lokasi tersebut kehilangan 296.492 ha atau sekitar 42 persen tutupan hutan.

Forest Watch mencatat 42 persen tutupan hutan ini bekurang sepanjang 2001 hingga 2014, dari yang awalnya total 707.429 ha menjadi 296.492 ha. Lembaga ini menuliskan penyebabnya karena alih fungsi hutan alam jadi hutan tanaman industri, perkebunan sawit hingga pembalakan dan perambahan.

Nursanti mengatakan setelah reformasi aktivitas penghilangan tutupan hutan semakin tidak terkntrol. “Dataran rendah Jambi yang punya keanekaragaman hayati jenis pohon hilang dan hanya tinggal semak belukar,” kata Nursanti.

Fungsi Ilmiah Hutan

Nursanti mengatakan, berkurangnya tutupan hutan dan berubahnya suhu bisa dilihat dari fungsi hutan.

Dia mengatakan pohon di hutan yang beragam dapat menyerap Co2 dengan kapasitas beragam.

"Penyerapan ini terjadi saat fotosintesis," katanya.

Gas Co2 yang diserap pun berasal dari banyak sumber. Mulai dari asap kendaraan, asap pabrik, dan pembakaran fosil. "Dan yang paling besar emisinya berasal dari kebakaran hutan dan tanah gambut," katanya.

Nursanti mengatakan berkurangnya tutupan hutan berarti mengurangi serapan CO2 . "Baik dari pohon atau pun vegetasi lainnya," katanya.

Dampaknya CO2 akan mengambang di atmosfer, pada lapisan stratosfer hingga menyelimuti bumi. Selanjutnya gas ini akan menghalangi sinar matahari dalam bentuk sinar inframerah untuk kembali ke atmosfer.

"Sehingga sinar inframerah akan terperangkap di bumi. Dan menyebabkan peningkatan suhu bumi dalam kurun waktu tertentu," katanya.

"Peningkatan suhu ini lah yang menyebabkan pemanasan global," ungkapnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved