FOTO: Budidaya Lele dengan Sistem Bioflok Lebih Menguntungkan, DKP Sebut Jambi Belum Siap

Meskipun budidaya lele menggunakan sistem Bioflok lebih menguntungkan. Namun. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi belum berkenan

Penulis: Rohmayana | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI/ROHMAYANA
Budidaya lele menggunakan sistem Bioflok 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Meskipun budidaya lele menggunakan sistem Bioflok lebih menguntungkan. Namun. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi belum berkenan untuk memperkenalkan sistem ini lebih jauh kepada masyarakat Jambi.

Hal tersebut diungkapkan Plt. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Hernowo kepada Tribun Jum'at (12/5) bahwa sistem Bioflok memiliki dampak sosial yang tidak baik terhadap masyarakat. Di wilayah Jambi belum bisa dilakukan sistem ini karena mengantisipasi timbulnya masalah baru.

Plt. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Hernowo
Plt. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Hernowo (TRIBUNJAMBI/ROHMAYANA)

"Sebenarnya teknologi Bioflok ini memang sudah lama sekali diperkenalkan oleh pihak kementrian, namun kita juga harus memilah mana teknologi pembudidayaan yang seharusnya dikembangkan di Provinsi Jambi," ujarnya.

Budidaya lele menggunakan sistem Bioflok
Budidaya lele menggunakan sistem Bioflok (TRIBUNJAMBI/ROHMAYANA)

Dijelaskannya dari sisi teknis, sistem Bioflok tidak sesederhana yang pernah diketahui masyarakat. Karena sistem ini harus menggunakan listrik 1x24 jam nonstop, agar kolam dapat memutar air secara terus menerus.

"Lalu bagaimana jika listrik mati, sementara sistem ini harus tetap memelihara mikroorganisme, karbohidrat didalam kolam agar ikan dapat hidup dalam wadah yang kecil," katanya.

Sementara untuk pakan ikan, sistem Bioflok harus selalu menjaga kualitas makanan baru agar ikan dapat tetap hidup di dalam kolam yang kecil. Karena Bioflok merupakan teknologi pembudidayaan ikan yang memanfaatkan mikroorganisme.

"Masalah ini harus kita persiapkan dulu solusinya, agar jangan sampai teknologi ini justru membuat petani mendapatkan masalah yang baru," katanya.

Sementara dari sisi Nonteknis, pihaknya mengkhawatirkan dalam mempersiapkan pasar untuk ikan lele tersebut. Karena jika dihitung secara cepat, saat ini 10 pembudi daya ikan lele mampu menghasilkan 10 ton ikan perharinya. Tetapi, jika memakai sistem bioflok 10 ton sudah bisa dihasilkan cukup dengan satu pembudidaya saja.

"Khawatirnya, jumlah ikan yang berlebih untuk dipanen justru mengakibatkan harga ikan anjlok. Sehingga merugikan petani sendiri," katanya.

Berdasarkan perhitungan cepat tersebut, Hernowo juga memprediksi resiko terhadap pembudidaya konvensional. Pihaknya tak ingin sistem bioflok dapat mematikan pembudidaya konvensional yang sudah berjalan puluhan tahun.

"Kita tidak mau dengan kemajuan teknologi, justru memiliki dampak mempersempit lapangan pekerjaan bagi masyarakat lainnya," katanya.

Sehingga pihaknya, menahan sistem bioflok ini masuk ke kota Jambi, justru ingin mengembangkan Sistem yang intensif tapi nonbioflok.

"Pemerintah harus menyaring, tidak semua teknologi harus masuk, yang sesuai dengan keadaan lingkungan," katanya. (cya)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved