EDITORIAL

Pupusnya Kearifan Lokal

PETI juga mengancam punahnya spesies ikan tertentu yang bisa saja menjadi kuliner khas di daerah setempat.

Editor: Duanto AS

EFEK negatif penambangan emas tanpa izin (PETI) sudah banyak dirasakan warga Provinsi Jambi yang berdomisili di daerah aliran sungai terdampak PETI. Tidak hanya air yang keruh atau kering di musim kemarau, juga banjir bandang dan risiko terkena longsoran dan tenggelam di bekas galian.

Selain mengancam secara fisik, aktivitas menyangkut ekonomi maupun tradisi/kearifan warga di aliran sungai dikhawatirkan ke depannya juga terancam musnah/pupus. Seperti memelihara ikan di keramba, atau menangkap ikan di sungai, cuci kakus, hingga lubuk larangan.

PETI juga mengancam punahnya spesies ikan tertentu yang bisa saja menjadi kuliner khas di daerah setempat. Pupusnya kearifan lokal seperti ini tentu sangat disayangkan, karena mempunyai nilai-nilai yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.

Keberadaan lubuk larangan yang tersebar di banyak tempat yang berperan menjaga keseimbangan ekosistem, satu per satu tidak berfungsi lagi. Di Desa Lubuk Bedorong, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun misalnya. Di sana terdapat budidaya ikan dengan adanya lubuk larangan.

Kini, ikan yang ada di lubuk larangan tak sebanyak dulu. Baru‑baru ini, masyarakat sekitar mengaku menemukan banyak ikan mati di sungai tersebut. Padahal di sana ada pembudidayaan dan pelestarian ikan semah oleh dinas perikanan dan peternakan.

Warga setempat mengklaim matinya ikan disebabkan air sungai yang semakin keruh. Keruhnya air sungai disebabkan banyaknya aktivitas PETI dengan menggunakan alat berat (ekskavator) di bagian hulu sungai.

Warga lain menyebutkan mulai dari hulu, yaitu eks marga Bukit Bulan hingga ke muara, di pusat Kecamatan Desa Pulau Pandan, banyak aktivitas PETI. Aktivitas penambangan ilegal di hulu sungai sudah menggunakan ekskavator. Sebelumnya, penambangan secara tradisional.

Keluhan yang sama juga dikemukakan warga Pelepat Kabupaten Bungo sejak tahun lalu. Pascabanjir bandang akibat rusaknya ekosistem alam di bagian hulu akibat PETI telah merobohkan 30 rumah.

Masyarakat setempat menyebut kualitas air yang dulu jernih kini jauh menurun, warna air sangat pekat akibat bercampur lumpur. Karena itu ia khawatir puluhan lubuk larangan di sepanjang sungai akan rusak, padahal sudah cukup lama lubuk‑lubuk itu dijaga secara bersama atas dasar adat istiadat. Setidaknya, ada 20 titik lubuk larangan di sepanjang sungai Batang Pelepat.

Semua pihak, pada dasarnya sudah tahu kondisi ini tak terlepas dari aktivitas ilegal PETI yang beroperasi di bagian hulu. Maka, persoalan ini yang mustinya dituntaskan, supaya warisan menjaga alam lewat lubuk larangan ini tidak sampai punah akibat keserakahan sekelompok tertentu.(*)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved