Pengikut Dimas Kanjeng Ungkap Syarat dan Ritual Penggandaan Uang

Pasutri ini menyerahkan sejumlag barang dan peralatan yang selama ini digunakannya untuk mengikuti ritual di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi

Editor: bandot
mantan jamaahnya.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi digiring aparat Kepolisian menuju ruang pemeriksaan di Subdit I Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Jatim, Rabu (28/9/2016). Taat Pribadi ditahan Polisi karena diduga menjadi otak pembunuhan SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ 

TRIBUNJAMBI.COM - Pasangan suami istri (pasutri) yang mengaku mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi asal Lumajang melapor ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Probolinggo, Jumat (30/9/2016) sore.

Sayangnya, MUI merahasiakan identitas kedua korban Dimas Kanjeng Taat Pribadi dengan alasan untuk kepentingan bersama.

Pasutri ini menyerahkan sejumlag barang dan peralatan yang selama ini digunakannya untuk mengikuti ritual di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Alat - alat itu diduga digunakan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dalam ritual penggandaan uang.

Sekretaris MUI Yasin mengatakan, barang itu meliputin jimat berisi tulisan arab, minyak, dan uang pemancing.

"Semuanya itu dijual di padepokan, dan setiap pengikut yang ingin uangnya digandakan selain membayar uang mahar juga membeli alat-alat ritual itu," katanya.

Dia mengatakan, untuk harga alat - alat ritual itu dijual bervariasi. Jika ditotal, alat-alat ritual itu dijual dengan harga Rp 500.000.

"Ada yang paket hemat, Rp 200.000, Rp 300.000. Paling mahal ya Rp 500.000. Itu dapat jimat yang paling lengkap kata pelapor," terangnya.

Yasin menerangkan, setelat alat-alat ritual ini sudah lengkap dibeli pengikut, semuanya akan diletakkan dalam kotak kayu.

Kayu itu yang membuat adalah pengikut sesuai dengan ukuran yang ditentukan padepokan.

"Katanya kalau alat ritual itu dimasukkan dalam kotak, nanti dikasih uang, didiamkan dalam waktu tertentu dan uang itu bisa mendadak berubah jumlahnya atau lebih dikenal sebagai penggandaan uang. Sementara kami juga masih mendalaminya," paparnya.

Selain itu, mantan pengikut Dimas Kanjeng juga mengaku, setiap pengikut diwajibkan membeli kartu ATM pencairan.

Harganya pun tidak murah yakni satu kartu dijual dengan harga Rp 1,5 juta.

"Ada juga kartu karamah yang dijual Rp 1 juta, dan logo santri padepokan yang dijual Rp 310.000. Mereka diwajibkan membeli itu semua," jelasnya.

Menanggapi hal ini, dikatakan Yasin, pihaknya akan koordinasi dengan pihak Polres Probolinggo.

Menurutnya, kesaksian korban ini beserta barang bukti akan dibawa ke Polres.

"Nanti kami akan koordinasi, karena yang memiliki kewenangan menyelidiki adalah polisi. Nanti kami akan bantu dari sisi agamanya," pungkasnya.

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved