EDITORIAL
Gunung Es Prostitusi Sejenis
ANAK-ANAK, lagi-lagi menjadi korban. Bahkan, barangkali bukan cuma korban, tapi mereka turut menjadi pelaku dalam rantai prostitusi.
Gunung Es Prostitusi Sejenis
ANAK-ANAK, lagi-lagi menjadi korban. Bahkan, barangkali bukan cuma korban, tapi mereka turut menjadi pelaku dalam rantai prostitusi. Setidaknya itulah yang terkuak atas terungkapnya praktik prostitusi anak-anak.
Seperti diberitakan, Mabes Polri membongkar praktik prostitusi anak yang diperuntukkan bagi kaum gay. Pengungkapan jaringan ini adalah hasil dari patroli cyber Polri.
Anak-anak yang sejauh ini berstatus korban tersebut ditawarkan ke pria penyuka sesama jenis dengan tarif Rp 1,2 juta. Ada beberapa germo yang memainkan bisnis haram tersebut. Bayangkan, para mucikari ini mampu menyediakan 100 anak untuk suatu pesta para kaum homo.
Tentu, apa yang terjadi ini harus mendapat perhatian serius semua pihak. Bukan sekadar soal prostitusi semata tapi juga soal penyimpangan seksual. Yang mengkhawatirkan kemudian adalah mereka membuat komunitas dan mencari mangsa yang tak lain anak-anak.
Angka anak-anak yang menjadi korban prostitusi gay ini memang merisaukan. Tercatat, sebanyak 99 anak menjadi korban prostitusi kaum gay jaringan ini. Apa yang sudah diungkap oleh polisi ini hanyalah fenomena gunung es. Artinya praktik ini sesungguhnya juga terjadi di tempat lain.
Sudah sepatutnya pelaku para germo dan pemesan mendapat hukuman berat. Mereka bisa dikenakan pasal berlapis, mulai dari UU ITE, UU Pornografi, dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang. Seturut keterangan polisi, para germo menjual, menawarkan anak-anak tersebut di dunia maya.
Seiring dengan itu, para anak-anak itu perlu diselamatkan. Jangan sampai mereka yang kini menjadi korban, kelak di hari kemudian justru menikmati penyimpangan seksual tersebut. Pasalnya, sebagaimana yang lazim diketahui banyak anak yang menjadi korban penyimpangan seksual akan mempengaruhi orientasi seksual mereka.
Pendampingan psikologi juga agama adalah hal yang harus diberikan. Pendampingan tentunya bukan sekali lewat melainkan dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Menjadi kewajiban pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan orangtua mereka untuk menyelamatkan anak-anak tersebut. (*)