Eksklusif Tribun Jambi
Sarana Kuliah tak Lengkap, Kurikulum di FIB Unja jadi Membingungkan
Tak siap dan tak lengkapnya penunjang kuliah di FIB, membuat kurikulum di fakultas tersebut membingungkan
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Fifi Suryani
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Tak siap dan tak lengkapnya penunjang kuliah di FIB, membuat kurikulum di fakultas tersebut membingungkan mahasiswa dari beberapa program studi (prodi), seperti Sastra Arab, Sastra Indonesia dan Ilmu Sejarah.
Na seorang mahasiswa Prodi Sastra Arab mengatakan mereka sempat bingung karena sebelumnya berubah nama dari Sastra Arab menjadi Pendidikan Bahasa Arab dan kemudian kembali lagi ke Sastra Arab.
"Kemarin sempat ada kuliah metodologi pendidikan dan semacamnya. Bingunglah kita," katanya.
Namun Na mengatakan hal ini sudah dimusyawarahkan bersama Kepala Prodi dan mahasiswa Sastra Arab terkait kegelisahan mahasiswa.
Keluhan kurikulum juga disampaikan oleh Ri, mahasiswi dari Sastra Indonesia. Ia mengeluhkan kajian yang sama sekali tidak berhubungan dengan Sastra Indonesia.
"Kami malah disuruh pilih antara jurnalistik dan akting. Apa yang mau kami pelajari coba?" tanyanya.
Dia mengatakan biasanya Sastra Indonesia punya Konsentrasi (kajian) Linguistik dan semacamnya. Kenyataannya prodi mereka sendiri tidak punya. Bahkan beberapa kali mata kuliah Sastra Indonesia yang mengajar mereka malah dosen dari
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ra, satu mahasiswa sejarah juga merasa kebingungan soal kurikulum dan kejelasan prodi mereka. Ra bersama temannya melakukan pengecekan nama mereka di portal Badan Akreditasi Nasional dan nama mereka keluar justru ganda.
"Nama saya ada di pendidikan sejarah di FKIP dan juga keluar di ilmu sejarah juga. Prodi saya ini SK-nya pendidikan sejarah tapi mata kuliahnya sejarah murni. Saya saja bingung," katanya.
Persoalan kurikulum Sastra Arab, Abdul Hai selaku Kaprodi mengatakan sudah membicarakannya dengan mahasiswa.
Tidak banyak masalah yang terkendala akibat itu.
"Kita agak sedikit terlambat mempelajari beberapa mata kuliah untuk Sastra Arab, tapi masih bisa dikejar, kita juga baru dua minggu masuk," katanya.
Abdul sendiri tidak memahami mengapa bisa terjadi perubahan nama dari Sastra Arab menjadi Pendidikan Bahasa Arab lalu kembali lagi ke Sastra Arab.
"Itu yang atas yang mengurus, kita cuma pelaksana," ungkapnya.