Human Interest
"Kepala Dede Pusing Nda, Maafin Dede Alvar ya"
Nasib Alvarokhan Sugema, balita penderita tumor mata, warga Desa Curug Wetan, Kecamatan Susukan
TRIBUNJAMBI.COM, CIREBON - Nasib Alvarokhan Sugema, balita penderita tumor mata, warga Desa Curug Wetan, Kecamatan Susukan Lebak, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kian memprihatinkan.
Tumor mata yang dideritanya kian membesar, meluas, dan semakin mendekati otak, hingga membuat kesehatan terus menurun.
Penyakit ganas yang menyerang anak pasangan Fima Desi (25) dan Joni (27), seorang pekerja satpam itu, diketahui sejak akhir Januari 2015. Bintik putih yang semula kecil, kian hari kian membesar, hingga membuat mata rusak. Bahkan, bulatan yang kemudian diketahui tumor itu, kian membesar, meluas mendekati otak.
Fima menceritakan, para akhir Januari 2015 mata Alvaro memerah dan terdapat bintik putih. Fima membawa Alvaro ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waled Kabupaten Cirebon, untuk memeriksa kondisi. Mata Alvaro diteteskan cairan sebelum melakukan USG.
“Januari 2015, ada bintik putih seperti mata kucing di bagian kornea matanya. Alvaro dibawa ke rumah sakit untuk periksa, lalu ditetesin cairan untuk memperbesar kornea mata, lalu di USG. Setelah itu, hitam-hitamnya semakin membesar, dan ternyata November lalu diketahui dalemannya itu berisi nanah,” ungkap Fima di Cirebon, Rabu, (17/2/2016).
Berjuang melawan tumor mata
Sejak saat itu, tumor mata balita berusia 2 tahun 11 bulan kian parah. Kata Fima, anaknya sering kali mengeluh pusing. Bahkan saat merasa sakit yang sangat, Alvaro berulang kali tidak dapat tidur dalam waktu tiga hari tiga malam.
Alvaro terus mengepalkan tangan menahan sakit yang tak dapat dibayangkan. Bahkan di tengah sakit yang sangat, Alvaro bertahan untuk tidak menangis lantaran dapat memperparah kondisi matanya.
“Kalau lagi sakit-sakit nya, dia pegang pipi saya. 'Kepala dede pusing Nda. Nda ma’afin dede Alvar ya'. Anak sekecil itu ngomong begitu ke saya. Lalu saya nangis, dia mengusap dan bilang. 'Nda jangan nangis',” kata Fima yang tak kuasa menahan tangis.
Sejak saat itu, meskipun sedih dan tak kuasa melihat kondisi anaknya, Fima berusaha menahan tangis di depan Alvaro. Ia malu lantaran Alvaro kuat dan berjuang keras untuk tidak menangis.
Saat kesakitan, Fima juga selalu mengingatkan, agar Alvaro jangan menangis lantaran membuat luka tumor mata semakin parah.
Fima menegaskan, Alvar sehat dan baik-baik saja sebelumnya. Ia lahir dengan selamat, sehat, bahkan cerdas dan periang.
Mereka tak pernah lelah dan putus asa berjuang demi kesembuhan anaknya. Bahkan bersama kakeknya, Wahyu Sugema, (53), mereka terus membawa Alvaro ke sejumlah rumah sakit demi kesembuhan buah hati satu-satunya.
Layanan BPJS di 7 Rumah Sakit penuh
Wahyu dan Fima sangat bersedih menerima kondisi, lantaran tujuh rumah sakit yang ia datangi, sementara tidak melayani fasilitas BPJS karena kuota ruangan penuh.
Wahyu menyebut ketujuh rumah sakit yang dia datangi antara lain: RSUD Waled Cirebon – Cicendo Bandung – Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung – RS Tiar Medika Cirebon – RS Pelabuhan Cirebon – RS Ciremai Cirebon – dan RS Yayasan Darmais Jakarta.
“Setelah di USG dan hasilnya tumor, RSUD Waled merujuk ke RS Cicendo Bandung. Kami ke RS Cicendo, dan dirujuk lagi ke RSHS Bandung. Di RSHS, kami merasa ditelantarkan, selama 16 jam si bayi hanya berada di ruang IGD, tanpa penanganan, dan hanya mendapatkan infus. Setelah itu, RSHS kembali merujuk ke RS Cicendo, dengan alasan pelayanan BPJS sedang penuh,” keluh Wahyu.
Wahyu melanjutkan, selama 4 jam di RS Cicendo juga tidak dapat penanganan karena ruangan BPJS penuh. Wahyu bersama Fima terpaksa memulangkan Alvaro kembali ke Cirebon. Kondisi Alvaro kian memprihatinkan dengan berulang kali kejang-kejang.
Orang tua dan keluarga panik membawa Alvaro ke Rumah Sakit Tiar Medika. Namun sayangnya, kata Wahyu, RS Tiar tidak dapat melayani penuh karena keterbatasan alat, hingga merujuk ke RS Pelabuhan Cirebon.
“Di RS Pelabuhan juga penuh, sehingga harus masuk ruang VIP yang harganya tinggi. Saya kembali paksakan pulang, namun Alvar kembali kejang-kejang, sehingga kembali dibawa ke RS Ciremai Cirebon, dan mendapat ruang kelas dua yang kemudian dirujuk ke RS Darmais. Namun di RS Darmais juga tetap tak membuahkan hasil, karena ruang BPJS penuh. Kami terpaksa kembali pulang,” ungkap Wahyu.
Proses pengobatan Alvaro terus berpindah-pindah dari rumah sakit ke rumah sakit demi mendapatkan pelayanan BPJS. Seluruh rumah sakit menyarankan ruang VIP, dan mereka selalu angkat tangan, lantaran biaya yang sangat tinggi.
Kondisi Alvaro yang kian memprihatinkan terus mengundang perhatian, dan simpati banyak pihak.
Sejumlah kalangan dari berbagai lapisan masyarakat umum berbagi informasi melalui media sosial dan tak sedikit juga yang langsung mendatangi rumahnya untuk bersama-sama mendoakan dan juga memberikan bantuan dana untuk proses penyembuhan Alvaro.