‎Massa PMII Tebo Bentrok dengan Aparat, Satu Mahasiswa Dilarikan ke RSUD

Puluhan pengunjukrasa dari aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tebo,

Penulis: Awang Azhari | Editor: Fifi Suryani
TRIBUN JAMBI/AWANG AZHARI

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Awang Azhari

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA TEBO - Puluhan pengunjukrasa dari aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tebo, menuntut perbaikan sistem birokrasi di seluruh SKPD, terutama yang selama ini diduga bermasalah.

Dalam aksinya di kompleks perkantoran, Kamis (14/1) Koordinator aksi, Deby menyampaikan beberapa tuntutan, mereka meminta evaluasi jabatan pejabat strategis daerah ‎karena lemah dalam pengontrolan, sehingga Tebo terus mendapat predikat wajar dengan pengecualian (WDP).

"Banyak sekali masalah, terutama adanya tujuh temuan oleh BPK, mencuatnya persoalan cuti Sekda 61 hari tanpa seizin bupati, banyaknya PNS yang masuk daftar indisipliner," kata Deby.

Tidak hanya itu, beberapa dinas pun disorot, diantaranya Dinas Pertanian terkait Jalan Usaha Tani di Desa Mangupeh Tengah Ilir, dan Embung Air di Desa Bungo Tanjung Tebo Ulu.

Kemudian Dinas Perkebunan terkait penyaluran bibit, serta isu adanya honor dari perusahaan ke oknum di dinas tersebut, dan terkait persoalan sangketa lahan antara masyarakat-perusahaan yang tidak pernah selesai.

Pada Dinas Perhubungan, massa mempertanyakan karcis retribusi kendaraan angkutan barang yang membawa batu bara sudah dicetak namun tidak digunakan, Dishub dianggap tidak mampu mengoperasikan terminal Muara Tebo, sehingga realisasi retribusi terminal tidak mencapai target.

Sedangkan pada Dinas Dukcapil yang di pertanyakan soal Dana Dekonsentrasi dari Pusat yang tidak dijalankan Dukcapil, Dinas Pasar dan Perindagkop soal adanya temuan BPK, dan pengelolaan pasar serta lemah dalam realisasi target PAD.

Dinas Sosnakertrans juga di kritisi karena tidak bisa mengontrol manajemen perusahaan, sehingga terjadi keterlambatan gaji karyawan PT TPIL dan lemahnya Sosnakertrans dalam mengawasi tenaga kerja asing.

"Tuntutan yang kami sampaikan ini merupakan respon kami terhadap kasus yang banyak mencuat, aksi kami ini adalah aksi damai, dan kami meminta bupati segera lakukan evaluasi jabatan, kalau tidak layak kenapa harus dipertahankan, kami akan turun lagi, masyarakat harus membuka mata, kita harus peduli dengan Tebo ini," tegas Deby Erwin.

Sayangnya aksi pengawasan mahasiswa terhadap kondisi pemerintah daerah ini disertai insiden adu pukul dengan petugas keamanan. Di tengah aksi mereka diminta untuk bubar, awalnya menolak dengan menjamin tidak anarkis, namun massa tetap dibubar paksa oleh pihak kepolisian dan Sat Pol PP karena aksi dianggap tanpa izin.

Pantauan di lapangan, sekitar pukul 09.30 massa PMII Tebo sampai di gerbang Kantor bupati, mereka langsung disambut oleh Kapolsek Tebo Tengah dan Kasat Pol PP, tampak massa dan kepolisian melakukan perundingan.

Namun berapa lama kemudian mahasiswa berjalan, tak jauh dari depan gerbang massa langsung diadang aparat kemudian terjadi kembali adu argumen.

Massa bersikukuh bertahan, sebagian duduk-duduk di lokasi, namun tiba-tiba dipaksa bubar. Sayangnya pembubaran paksa mengakibatkan mahasiswa bernama Mitra (18) mengalami luka-luka untuk kemudian dilarikan ke rumah sakit.

Hal ini membuat suasana semakin mencekam, namun kemudian diredam oleh beberapa orang alumni PMII Tebo yang datang dan meminta mereka untuk membubarkan diri.

"Kita tidak ingin terjadi hal-hal yang merugikan kader, apalagi sudah sampai luka-luka," sebut alumi PMII Ade yang juga merupakan jurnalis surat kabar lokal di lokasi, dalam meredam aksi.

‎Sayangnya terkait aksi unjukrasa ini, tidak satupun pihak dari pemerintah daerah yang dapat dimintai tanggapan. Soal pembubaran paksa, Kasatpol PP, Taufiq juga tak mau memberi penjelasan kepada awak media.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved