Harga BBM
Dana Energi Ditunda, Harga BBM Lebih Murah
Akhirnya, rencana pemerintah untuk memberlakukan pungutan dana ketahanan energi mulai hari ini
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Akhirnya, rencana pemerintah untuk memberlakukan pungutan dana ketahanan energi mulai hari ini (5/1) ditunda. Pasalnya, pungutan ini harus dibahas lebih dulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.
Alhasil, mulai hari ini para konsumen bahan bakar minyak (BBM) akan menikmati penurunan harga yang lebih murah dari sebelumnya. Mulai hari ini konsumen bisa menikmati harga baru premium Rp sebesar 7.050 per liter, dan solar Rp 5.650 per liter.
Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto menyatakan, harga baru BBM ini berlaku mulai Selasa (5/1) pukul 00.00 WIB.
"Di luar yang ditetapkan pemerintah, Pertamina juga akan menurunkan produk (BBM) yang lain," ujar Dwi, kemarin.
Pertamina berencana menurunkan harga jual untuk beberapa produk BBM lainnya seperti Pertamax, Pertamax plus dan Pertalite mulai hari ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan payung hukum terlebih dulu sebelum mulai memungut dana ketahanan energi.
Menurutnya, kini pemerintah tengah menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) untuk pelaksanaan pungutan dana ketahanan energi.
Dia juga bilang, dalam Pasal 30 Undang-Undang (UU) Nomor 30/2007 tentang Energi telah disebutkan soal pungutan dana dari hasil pengusahaan energi fosil untuk penelitian dan pengembangan energi baru terbarukan.
"Pasal ini yang perlu kami terjemahkan rinciannya seperti apa, cara pemungutannya bagaimana, dan dipakai buat apa saja," katanya.
Selain itu, pemerintah juga perlu membahas kebijakan ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lewat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. "Untuk menghindari kontroversi yang muncul," jelasnya Senin (4/1).
Belum transparan
Meski penurunan harga BBM ini disambut positif, tapi kebijakan ini tak luput dari kritik. Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kardaya Warnika bilang, dasar perhitungan untuk penetapan harga jual premium dan solar bersubsidi masih kurang transparan.
"Seharusnya harga premium maupun solar bisa diturunkan lagi, premium bisa turun jadi Rp 6.000 per liter," katanya, Senin (4/1).
Kardaya menjelaskan, seharusnya pemerintah menurunkan harga premium dan solar bersubsidi sesuai dengan harga pasar atau perkembangan harga minyak dunia. Dia mencontohkan, harga bensin ron 95 atau setara Pertamax Plus di Malaysia sekitar Rp 6.000 per liter.
Sebab itu, harga premium semestinya harus lebih rendah lagi saat ini. Menurutnya, dengan dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN, seharusnya penurunan harga BBM bisa membantu mendongkrak daya beli masyarakat dan meningkatkan daya saing bagi pelaku usaha kecil.
Tapi, "Kalau harga jual energi di Indonesia lebih mahal, daya saing kita akan rendah dan investasi akan lari ke Malaysia ataupun Vietnam," ungkap Kardaya.
Makanya, DPR akan mempertanyakan keputusan penurunan harga BBM ini kepada Menteri ESDM Sudirman Said dalam masa sidang III DPR 2016. Menurut Kardaya, pemerintah harus transparan dalam menurunkan harga premium dan solar bersubsidi.
Sementara itu, pengamat minyak dan gas bumi Pri Agung Rakhmanto menilai, mekanisme dan dasar penghitungan harga BBM oleh pemerintah cukup membingungkan. Apalagi, dasar penghitungan hanya dari satu pihak yakni dari PT Pertamina.
Awal Januari 2015 ketika harga minyak mentah dunia sekitar US$ 60 per barel-US$ 70 per barel dan nilai tukar rupiah mendekati Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS), harga premium ditetapkan Rp 7.600 per liter.
"Sekarang dengan harga minyak mentah rata-rata US$ 45 per barel, mestinya harga premium Rp 5.500-Rp 6.000, per liter," jelas Pri Agung.