EDITORIAL

Cukupkah Hanya dengan Mundur

Editorial Tribun Jambi

Editor: Duanto AS

PERHATIAN publik mendadak tertuju kepada Gedung Rakyat yang ada di Senayan. Sang Ketua DPR RI tengah menjadi perbincangan karena persoalan minta "jatah" saham. Sidang pun digelar untuk memastikan, apakah ini layak dilakukan oleh sang dewan yang mulia.

Berawal dari awal bulan November lalu ketika secara tiba-tiba Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan ke publik adanya tokoh politik menjual nama Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla kepada sebuah pertambangan raksasa PT Freeport. Pencatutan nama ini sendiri dilakukan untuk meminta jatah saham di perusahaan tersebut.

Pengungkapan ini tentunya tak hanya sekadar laporan lisan semata, namun juga disertai sejumlah bukti diantaranya berupa transkrip alias rekaman pembicaraan sang politikus tersebut. Sempat menjadi perdebatan siapa tokoh yang dimaksud. Maklum Presiden RI bahkan dengan terang-terangan menyatakan pihaknya sangat marah atas uaya pencatutan namanya demi mendapatkan keuntungan.

Polemik kasus yang akhirnya diberi label "Papa Minta Saham" ini tampaknya tak lagi dapat dibendung. Masyarakat ingin tahu, siapa tokoh yang tega dan nekat menjual nama presiden mereka.

Akhirnya terkuaklah siapa tokoh politikus yang disebut-sebut. Menteri ESDM menyatakan sang pencatut nama presiden adalah anggota DPR dan kemudian melaporkan sang pencatut yang meminta saham di PT Freeport ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Nama pun akhirnya dibuka dan rekaman pembicaraan pun diperdengarkan sebagai bukti adanya upaya "Jual Nama" ini. Nama Ketua DPR Setya Novanto pun langsung mencuat. Dalam transkrip rekaman muncullah pembicaraan yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setyo Novanto dengan pengusaha dan pimpinan PT Freeport Indonesia.

Rekaman ini pun beredar luas namun Setya Novanto masih membantah dan bahkan melakukan klarifikasi soal pencatutan ke Wakil Presiden.

Kegerahan ini semakin memuncak dan akhirnya MKD pun menggelar rapat terkait dugaan pelanggaran kode etik. Menanggapi persoalan yang terjadi, akhirnya memang Setya Novanto memilih mengundurkan diri. Sidang MKD pun berakhir.

Namun sebetulnya persoalan tersebut tak tuntas begitu saja. Rakyat juga ingin mengetahui bagaimana akhir dari kasus ini yang cukup menghebohkan. Rakyat tentunya ingin tahu, apakah soal catut mencatut nama ini tuntas begitu saja ataukah akan tetap dilanjutkan.

Jika memang kasus ini berakhir apakah dugaan pencatutan nama seorang Presiden dan Wakinya hanya tuntas dengan proses pengunduran diri semata? jawabannya adalah pada aparatur negara kita. Cukupkah sampai disini atau musti ada tanggung jawab hukum sehingga hal ini tak akan terulang kembali. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved