Ruhut Bilang Demokrat Tidak Setuju UU KPK Masih Sesuai, tapi Mereka Minta Direvisi

Koordinator Juru Bicara Fraksi Demokrat di DPR Ruhut Sitompul menegaskan, partainya tidak menyetujui rencana merevisi UU KPK

Editor: Rahimin
TRIBUN/DANY PERMANA
Ruhut Sitompul: Akan Ada Capres yang Jadi Korban Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul 

TRIBUNJAMBI.COM - Koordinator Juru Bicara Fraksi Demokrat di DPR Ruhut Sitompul menegaskan, partainya tidak menyetujui rencana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Terlebih lagi, bila rencana revisi ini akan dikebut di bulan Desember 2015.

"Aku sudah bilang UU KPK ini sampai sekarang masih sesuai, tapi mereka (fraksi lain) minta direvisi," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2015).

Ruhut mengatakan, sejak awal didirikan pada tahun 2002, KPK memang dirancang berbeda dari lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. (baca: Menkumham: Tak Perlu Alergi Revisi UU KPK)

Misalnya, KPK diberi kewenangan untuk bisa melakukan penyadapan tanpa izin ketua Pengadilan. Contoh lain, KPK juga bisa memiliki kewenangan untuk tidak menghentikan penyidikan.

Nyatanya, lanjut Ruhut, sampai sekarang KPK tidak pernah menyalahgunakan hak-hak khusus yang diberikan itu. KPK tidak pernah ketahuan menyalahgunakan wewenang penyadapannya.

Semua tersangka yang dijerat KPK, juga selalu dinyatakan bersalah di pengadilan. 

"Mau dia Superman atau Batman, saat ditetapkan sebagai tersangka pasti jadi terdakwa, dan setelah jadi terdakwa pasti jadi terpidana," ucap mantan Advokat ini.

Namun, Ruhut mengaku bahwa Demokrat tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan upaya merevisi UU KPK. Sebab, seluruh fraksi lain menyetujui rencana revisi ini. 

"DPR kan musyawarah, kalau musyawarah tidak bisa, voting. Ya, kalah lah kita," ucap dia.

Badan Legislasi DPR dan pemerintah sepakat mengebut revisi UU KPK dengan menjadikan revisi ini sebagai inisiatif DPR.

Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo optimistis revisi ini bisa selesai sebelum penutupan masa sidang DPR akhir Desember 2015. 

Firman memastikan akan mengundang pimpinan KPK dalam proses revisi. Hal ini dilakukan agar tak ada lagi tudingan kepada DPR mengenai upaya pelemahan terhadap KPK

Revisi UU KPK awalnya disepakati masuk dalam prolegnas prioritas 2015 sebagai inisiatif pemerintah pada 23 Juni. Namun, pada 6 Oktober, 45 anggota DPR mengusulkan untuk mengambil alih inisiatif penyusunan RUU KPK.

Dalam usulannya, para anggota DPR itu menyertakan draf yang isinya dianggap melemahkan KPK. Contohnya, diatur bahwa masa kerja KPK hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. 

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK

Setelah rencana tersebut menuai kritik, pada 14 Oktober, pemerintah dan pimpinan DPR sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved