Paris Bergejolak

Asrama Dosen Jambi Dekat Lokasi Ledakan Paris

Dalam perbincangannya dengan Tribun, ia mengaku begitu tahu ada peristiwa menghebohkan tersebut ingin menuju ke lokas

Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
REUTERS/Philippe Wojazer
Seorang Polisi Prancis membantu korban yang berlumuran darah setelah serangan teroris di Gedung Konser Bataclan, Paris, Prancis, Jumat malam (13/11) 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Sejumlah warga Jambi ada yang sedang berada di Paris, Prancis saat teror terjadi di negara dengan landmark Menara Eifel tersebut. Mereka umumnya dosen yang sedang menempuh pendidikan di sana.

Bahkan, Irma Sagala yang merupakan dosen IAIN Sulthan Thaha Saifuddin (STS) tinggal 4 kilometer dari lokasi ledakan di stadion. Irma yang asramanya berada di kawasan Clignancourt terbilang cukup dekat dengan lokasi teror di Stade de France saat berlangsungnya pertandingan sepakbola antara Jerman dan Prancis.

“Alhamdulillah suasana asrama damai-damai saja. Tapi besok pilihannya stay saja di asrama, jadwal ngaji pun sudah dibatalkan,” tulis Irma di status Facebooknya, kemarin sekira pukul 09.00 waktu Indonesia.

Dalam perbincangannya dengan Tribun, ia mengaku begitu tahu ada peristiwa menghebohkan tersebut ingin menuju ke lokasi. “Awalnya saya sama sekali gak takut, malah kesal banget tidak bisa ke lokasi. Tapi sempat agak bimbang juga saking banyaknya yang wanti-wanti,” papar mantan jurnalis ini, Sabtu malam.

Ia bercerita, mendekati tengah malam (Jumat malam waktu Paris), notifikasi Facebook dan emailnya berdering ramai. Ternyata sejumlah rekan dari beberapa negara menanyakan kabar dosen yang sedang mempersiapkan doktoralnya di EHESS (sejenis STISIP), Paris tersebut.

Dari gawainya lah ia mengetahui ada teror tersebut. Barulah ia mencari berita terkait aksi yang kabarnya sudah menewaskan 153 orang itu.

“Peristiwa ini tentunya menjadi luka mendalam tidak hanya bagi Perancis, tapi bagi dunia. Apalagi dikabarkan, ini merupakan serangan paling mematikan di Eropa dalam 40 tahun terakhir, setelah serangan di Madrid tahun 2004 silam,” tulisnya dalam situs Kemenag.

Akibat kejadian ini, 100 pesan lebih yang ia terima yang intinya menanyakan kabar dan memintanya agar berhati-hati.

“Perasaan haru tentu saja menyelimuti saya, demikian banyak rekan dan sahabat yang mengkhawatirkan dari berbagai belahan dunia, Amerika, Inggris, Belanda, dan terutama Indonesia. Namun, rasa haru itu segera mengantarkan saya pada perasaan lain yaitu paranoid. Dari kondisi awal yang tidak terlalu khawatir, menjadi cemas,” paparnya.

Ayub Mursalin, dosen IAIN STS lainnya menuturkan saat kejadian di Stade de France sebenarnya ada beberapa WNI teruma pelajar yang sedang menyaksikan pertadingan persahabatan tersebut.

“Mereka bercerita cukup khawatir dengan peristiwa itu. Demikian halnya, saya yakin banyak WNI yang masih berada di luar rumah saat kejadian penyerangan di beberapa tempat,” katanya melalui perbincangan di WhatsApp.

Pria yang sedang mengambil S3 di Université Paris Sud 11 ini memang tinggal di luar Paris. Persisnya di zona 4 di daerah Antony. Sehingga relatif jauh dari lokasi-lokasi teror.

Baik Ayub ataupun Irma menilai peristiwa ini tidak berkaitan dan berbeda dengan kasus yang menimpa Charlie Hebdo.

“Sepertinya agak sulit untuk mengkaitkannya secara persis karena beda isu. Kalau sekarang lebih pada isu keterlibatan Prancis di Syiria,” tutur pria yang sudah dua tahun menetap di Paris.

Sejau ini KBRI Paris sudah mengeluarkan imbauan. WNI yang berada atau berdekatan dengan Prancis agar waspada dan saling monitor keberadaan dan keamanan bersama. (wan)


Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved