Inilah Pengakuan PSK di Eks Lokalisasi Payosigadung Jambi

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pengadilan negeri (PN) Jambi mengadili 17 orang terduga Pekerja Seks Komersial (PSK),

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: ridwan

Laporan wartawan Tribun Tommy Kurniawan

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pengadilan negeri (PN) Jambi mengadili 17 orang terduga Pekerja Seks Komersial (PSK), Jumat (6/11). Persidangan berakhir pemberian denda kepada pelaku, dan mereka mengakui sebagai PSK di lokalisasi Payo Sigadung.

Sidang yang digelar di PN Jambi Jumat pukul 09.00 ini beragendakan penegakan perda No 2 tahun 2014 di Kota Jambi. Sidang dipimpin hakim Lucas Sahabat Duha, satu persatu para pelaku menceritakan kejadian yang menyeretnya ke meja hijau. Pelaku memang mengakui sebagi pekerja seks komersial. "Kerjonyo dak tiap hari pak," kata PSK tersenyum malu-malu.

Pelaku juga mengaku lantaran desakan ekonomi. Untuk operasional tempat di Payo Sigadung, di hadapan majelis hakim tidak setiap malam melayani lelaki hidung belang, namun ketika ada panggilan barulah bisa beroperasi.

Usai sidang, masing masing pelaku disangkakan perda bervariasi mulai dari Perda Kota Jambi Nomor 07 Tahun 2014 mengenai identitas diri, dan Perda Kota Jambi No 02 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat A dan D. Untuk denda yang diberikan juga bervariasi. Penyediaan tempat atau mucikari didenda Rp 4 juta, sedangkan PSK dikenakan denda masing-masing Rp 500 ribu dengan subsider 6 hari.

Kepala Satpol PP Kota Jambi, Irwansyah mengatakan, para pelaku yang disidang ini memiliki barang bukti mencukupi. “Dalam sidang ini ada 10 orang pelaku kita bawa, sedangkan 7 di antaranya kita tidak bawa karena tidak cukup barang bukti untuk disidangkan, terhadap pelaku tetap kita jalankan pembinaan di panti sosial,” jelasnya. Satu di antara PSK ini tidak sanggup bayar denda, sehingga Jaksa Penuntut Umum menjebloskan ke jeruji besi selama 6 hari.

Anggota Komisi I DPRD Kota Jambi, Paul Nainggolan menilai pemerintah tidak tegas dan konsisten dalam menutup lokalisasi itu. “Ini bukan keterbatasan anggaran, tapi tidak serius, sangat tidak serius,” tegasnya.

Paul menambahkan, masih belum selesainya masalah ini akibat pemerintah tidak memiliki perencanaan yang matang. Jika pemerintah memiliki perencanaan matang, maka cara kerja dan capaiannya akan jelas. “Buat pos di sana, suruh anggota Satpol PP berjaga dengan bergantian. Jangan beberapa rumah dinas saja dijaga. Jaga rumah itu security bukan satpol PP. Kalau Satpol PP ini kan penegak Perda," katanya.

Tokoh masyarakat, Abdurahman Sayuti mengatakan, pemerintah seharusnya punya program pembinaan jelas, sehingga PSK dapat keterampilan baru. “Kalau sudah memiliki ketrampilan, tidak mungkin mereka kembali ke sana,” katanya.

Wali Kota Jambi Syarif Fasha mengatakan, menutup lokalisasi tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan butuh proses. “Itu kalau masih ada beroperasi satu dua ya wajar-wajar saja. Itu kan kucing-kucingan juga,” katanya seraya instruksikan agar PSK yang tertangkap dibina di panti sosial, dan jangan dipulangkan lebih dulu. (kur)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved