Efek Kabut Asap
Orang Rimba di Sarolangun diberi Perawatan Udara Segar
Orang Rimba yang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun terpapar kabut asap
Penulis: Rian Aidilfi Afriandi | Editor: Fifi Suryani
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Orang Rimba yang berada di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Sarolangun terpapar kabut asap lebih berat daripada masyarakat perkotaan. Hal tersebut dikatakan, Manager Komunikasi Warsi, Rudi Syaf.
“Mereka lebih berat menghadapi kabut asap, karena mereka secara khusus rumah mereka itu tidak memiliki dinding, berbeda dengan rumah yang ada di perkotaan yang bisa ditutup pintu dan jendelanya,” kata Rudi kepada Tribun, Kamis (29/10) di meja kerjanya.
Rudi mengatakan, perawatan Orang Rimba yang terpapar kabut asap tak ada beda secara umum. “Mereka itu cenderung mengabaikan, sama seperti kita. Mereka melihat kabut asap ini bukan sebagai sesuatu yang berbahaya, makanya tidak menghambat aktivitas mereka. Sama seperti kita, tetap melakukan aktivitas, hanya saja kita meminimalisirkannya memakai masker,” kata Rudi.
Selama kabut asap, Ia menyebutkan, dampak dari kabut asap yakni Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang menyerang balita. Sejak September 2015, Warsi sudah memberikan pelayanan untuk mereka dengan fasilitas kesehatan di rumah singgah yang terletak di pinggir desa yang berbatasan dengan hutan (Sarolangun) di dua lokasi, Terap dan di bendungan Bukit Suban.
“Di rumah singgah, kami menyediakan ruang pendingin yang disekat, lubang angin (ventilasi) yang ditutup, tersedia penjernih udara dan oksigen khusus untuk anak-anak yang terkena penyakit. Yang sudah terlayani di sana itu ada sekitar 20 balita yang mendapat perawatan udara bersih selama September,” lanjutnya.
Secara berkelanjutan, dikatakan Rudi, Warsi juga mengirimkan 4 orang tenaga medis yang langsung mengunjungi Orang Rimba di dalam hutan untuk memberi perawatan.
“Untuk di rumah singah ada dua orang yang memberikan perawatan. Secara umum, penyakit yang menyerang Orang Rimba dewasa itu seperti malaria dan paru-paru, karena mereka merupakan perokok berat. Kami juga akan membawa ke puskesmas jika ada yang harus diberikan perawatan tindak lanjut, tapi sejauh ini belum ada,” ujarnya.
Rudi mengatakan, kesulitan selama menangani Orang Rimba yang terkena kabut asap ini yakni memberikan obat-obatan medis, karena mereka sudah terbiasa dengan obat-obatan tradisional.
“Selama kabut asap ini, tiap harinya bisa sampai 10 Orang Rimba yang diberi perawatan udara bersih. Beberapa dari mereka sudah ada yang mau diberikan obat-oabatan medis,” sebutnya.