Hari Raya Imlek

Lilin Besar Bisa Tahan Enam Bulan

- TERCIUM aroma kayu garu yang terbakar. Beberapa warga Thionghoa terlihat sembayang jelang perayaan tahun baru

Penulis: Teguh Suprayitno | Editor: Fifi Suryani

TRIBUNJAMBI.COM - TERCIUM aroma kayu garu yang terbakar. Beberapa warga Thionghoa terlihat sembayang jelang perayaan tahun baru imlek. Mereka berdoa pada Tuo Pek Kong (Dewa Bumi) dan Dewi Kwan Im Po Sat, ada juga yang sembayang di altar Cu Shen Niang Niang. Perlahan mata mereka memejam dan membaca permohoan tanpa ada suara. Dupa yang terbakar menebar bau wangi mengiringi runutan doa. Kemudian ditancapkan di hiolo.

Kamis besok, warga Thionghoa akan memasuki tahun baru 2566. Saat itu juga mereka masuki tahun kambing kayu.  Banyak pengharapan yang minta dari dewa-dewa agar tahun baru bisa berkehidupan yang lebih baik.

Dua hari jelang perayaan tahun baru, kelenteng Sau San Ting masih terlihat sepi. Hanya terlihat beberapa pengurus kelenteng yang sibuk menata ratusan lilin merah dengan berbagai macam ukuran, ada seukuran jari, lengan orang dewasa bahkan ada yang sebesar badan orang dewasa dengan tinggi hampir dua meter. Pada lilin tersebut tercetak nama pemiliknya.

A pong seorang pengurus kelenteng mengatakan semua lilin itu adalah milik masyarakat Thionghoa yang ingin sembahyang Imlek. Mereka sengaja memesan untuk persembahan pada dewa bumi, dengan harapan kehidupan mereka bisa lebih terang. Setengah lilin ukuran orang dewasa tersebut bisa menyala hingga enam bulan lamanya.

“Nanti dibakar kalau orangnya sudah datang ke sini (Sau San Ting), itu semua sudah milik orang sendiri-sendiri,” katanya di kelengteng Sau San Ting, Senin (16/2).

Menurut A Pong, lilin-lin tersebut mengartikan keterangan (cahaya) dalam hidup. Mereka berharap dengan membakar lilin dan berdoa pada dewa bumi, kehidupan mereka akan lebih baik.

“Terang hidupnya, terang jalannya, terang karir kerjanya, kalau terang ituan sehat tidak ada penyakit,” jelasnya.

Sedangkan warna merah dipercaya sebagai lambang kebahagiaan bagi orang Thionghoa, termasuk dalam acara pernikahan didominasi warna merah. Mulai dari pakaian, hingga hiasan ruangan. Warna merah juga akan tampak menyolok saat perayaan hari-hari besar.

Saat sembahyang imlek, kata Apong sebagian umat Konghucu akan membawa aneka ragam persembahan untuk dewa bumi. ada kue, buah-buah buahan, daging, hingga gula-gula. Namun itu katanya bukan kewajiban. Hanya orang-orang yang mampu yang akan membawa banyak persembahan untuk dewa.

“Kadang ada orang yang sibuk tidak bawa apa-apa, mereka hanya hanya membakar dupa lalu berdoa, dan pulang.”

Tak ada acara hiburan yang disiapkan hkhusus menyambut Imlek besok. A Pong mengatakan persiapan yang mereka lakukan hanya untuk prosesi sembahyang. Katanya banyak orang Thionghoa yang akan datang sembahayang di sana. Sau San Ting merupakan tempat ibadah umum untuk semua kelompok Thionghoa. Bahkan umat Budha.

“Di sini yang mau sembahyang bebas, ini tempat sembahyang umum. Orang Hakka, Hokian, macam-macam boleh sembahyang di sini.”

“Umat Budha yang mau sembahyang di sini juga bisa, di sana ( menunjuk patung dewi Kwan Im yang ada disebelah kiri patung Dewa Bumi) untuk sembah yang umat Budha,” kata Apong.

Sembayang akan dimulai saat awal bulan Jia Gwee (awal bulan Cina) hingga 15 Jia Gwee. Selama dua minggu penuh umat Konghucu akan melakukan sembahyang. Dan pada tanggal 15 Jia Gwee atau 5 Maret akan ada sembahyang besar umat Konghucu, atau dikenal dengan Cap Go Meh.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved