Kayu Pacet Kerinci Terancam Punah

TRIBUNJAMBI.COM - Semakin cantik, maka akan semakin diburu dan dihargai orang.

Penulis: edijanuar | Editor: Rahimin
zoom-inlihat foto Kayu Pacet Kerinci Terancam Punah
TRIBUNJAMBI/EDI JANUAR
Petugas TNKS memperlihatkan bibit kayu pacet
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Edi Januar

TRIBUNJAMBI.COM, KERINCI - Semakin cantik, maka akan semakin diburu dan dihargai orang. Hal itulah barangkali sedang terjadi dengan kayu pacet, yang merupakan kayu endemik Kerinci. Karena bentuknya yang unik, kayu Pacet selalu diburu orang sehingga keberadaannya terancam punah.

 Kayu Pacet adalah kelompok tumbuhan cemara gunung, yang memiliki corak khas seperti ukiran diserat kayu. Corak tersebut membuat bentuk kayu menjadi indah, karena memiliki motif yang sangat menarik. Karena keunggulannya tersebut, maka harga kayu pacet sangat mahal.

 Bada bagian dalam kayu pacat terdapat belang, yang warnanya tidak hanya putih, namun juga terdapat warna hitam kemerahan, yang menggores secara tidak beraturan, sehingga membentuk sebuah ukiran alami nan unik.

 Karena keindahannya tersebut, kayu pacet ini banyak digunakan untuk bahan baku cendera mata, yang nilai jualnya sangat tinggi. Biasanya kayu pacet dibuat menjadi tongkat, kursi, gagang keris, dan bahan baku membuat berbagai bentuk miniatur, serta popor senjata.

 Beberapa tahun sebelumnya, kayu ini bisa dijumpai didalam lahan perkebunan masyarakat, bahkan di halaman rumah warga. Namun karena tingginya permintaan, akhirnya kayu ini semakin langka, bahkan boleh dikatakan hilang sama sekali.

 Saat ini, kayu pacet hanya bisa ditemukan dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), itupun ukurannya tidak ada yang besar, dan tidak tumbuh di semua wilayah. Kayu pacet ini hanya bisa ditemukan di wilayah Kecamatan Batang Merangin, khususnya di Muara Emat, Barung Pulau, dan Tamiai.

  Kayu pacet hanya ada dalam TNKS. Sementara di lahan perkebunan masyarakat sudah tidak ada lagi. Kalau dulu kayu tersebut banyak tumbuh di lahan milik warga, namun sudah habis,” ujar Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci, Evi Rasmianto, beberapa waktu lalu.

 Menurut petugas TNKS, Sirman, kayu pacet berasal dari kata cacat, karena semua kayu pacet mengalami cacat. Jika sudah besar, maka pucuk kayu tersebut akan patah. Dari patahan tersebutlah, air akan masuk dan akan membuat belang di dalam batang kayu. Meskipun demikian, kayu tersebut kualitasnya sangat bagus, dan didalamnya tidak bolong,” kata Sirman.

 Kayu pacet yang masih utuh lanjutnya, tidak akan memiliki belang. Warnanya akan putih seperti kayu lainnya. Kayu ini biasanya tumbuh di jurang-jurang yang kondisi tanahnya lebih basah, dan hidup secara mengelompok,” jelasnya.

 Menurutnya kini sangat sulit sekali menemukan kayu pacet yang memiliki belang, karena tidak ada lagi kayu pacet yang berukuran besar. Kalaupun ada di dalam kawasan TNKS, kayu tersebut hanya berukuran kecil,” terang PLH Kepala Seksi wilayah I Balai Besar TNKS.

 Staf Humas TNKS Saripah, mengatakan, sudah pernah ada upaya untuk melakukan budidaya kayu pacet, dengan cara mencari anakannya di hutan, dan stek. Warga Tamiai memang pernah melakukan budidaya tersebut,” kata Saripah.

 Saripah menambahkan, pihaknya belum memiliki data resmi berapa jumlah kayu Pacet yang tersisa. Kayu Pacet hanya ada dalam TNKS, karena setelah masuk dalam hutan lindung, warga tidak berani mengambilnya lagi,” pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved