Sengketa Pilpres 2019
Soal Putusan Sengketa Pilpres 2019, Refly Harun Sebut Bisa Jadi Akan Ada Kabar Buruk Untuk Prabowo
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan diumumkan pada Kamis (27/6) bisa jadi merupakan kabar buruk
TRIBUNJAMBI.COM- Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan diumumkan pada Kamis (27/6) bisa jadi merupakan kabar buruk untuk Prabowo.
Hal tersebut dikatakan Refly Harun saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu malam (27/6) dilansir TribunJakarta.com.
Awalnya Refly Harun menyatakan, ia telah memprediksi hakim MK sudah memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres 2019 pada Senin lalu (24/6).
"Saya membayangkan selesainya Senin kemarin. Kenapa Senin kemarin? Karena sorenya dikatakan bahwa putusan akan dimajukan pembacaannya satu hari lebih cepat," tutur Refly Harun.
Adanya pengumuman hasil sidang sengketa Pilpres 2019 yang dipercepat itu merupakan sebuah indikasi, menurut Refly Harun.
"Kalau melihat pengalaman di MK, barangkali disputenya tidak terlalu kencang. Karena itu kemudian hakim bisa mencapai sebuah kesepakatan yang cepat.
Baca: Tarif Reduksi : TNI/POLRI, Wartawan Hingga Lansia Mendapat Diskon Hingga 50 Persen Dari PT KAI
Baca: VIDEO: Viral Emak-emak Joget Sambil Acungkan Senapan Laras Panjang di Muaro Bungo Jambi
Bagi pemohon, hal ini adalah bad news. Saya nggak bilang kalah. Saya bilang bad news," papar Refly Harun.
Refly Harun mengatakan, dalam kasus sengketa Pilpres itu paling enak pihak terkait.
"Yang tidak terlalu enak, pihak termohon. Karena biasanya dipaksa untuk membuktikan alat-alat bukti yang kadang nggak masuk akal," ujar Refly Harun.

Menurut Refly Harun,pemohon merupakan pihak yang paling sulit karena pemohon ingin mendalilkan sesuatu hal yang besar.
"Satu, hal yang sifatnya kuantitatif. Dia mengatakan dia menang 52 persen. Kira-kira sampai akhir sidang itu muncul nggak angka 52 persen itu. Saya mengatakan, tidak muncul," jelas Refly Harun.
Refly menilai, apabila paradigmanya hitung-hitungan, dari awal dirinya mengatakan The Game is Over.
Baca: Tarif Reduksi : TNI/POLRI, Wartawan Hingga Lansia Mendapat Diskon Hingga 50 Persen Dari PT KAI
Baca: TERCENGANG, Sikap Yusril Ihza Mahendra Dengan Berbagai Alat Bukti Kubu 02 di Sidang Sengketa Pilpres
Kemudian yang kedua, bicara tentang TSM dengan lima dalil yang kualitatif.
"Keterlibatan Polisi dan Intelijen, penggunaan dana APBN, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, kemudian ada juga restriksi media, ada juga diskriminasi dalam penegakan hukum. Kira-kira sampai akhir sidang convincing nggak?
Apakah terbukti secara sah dan meyakinkan, bisa meyakinkan hakim bahwa itu sudah terjadi secara TSM dan berpengaruh pada suara?