Kisah Soekarno Setelah Dijatuhkan Soeharto, Sarapan Minta Nasi Pakai Kecap pun Tak Ada
Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.
Kisah Soekarno Setelah Dijatuhkan Soeharto, Sarapan Minta Nasi Pakai Kecap pun Tak Ada
TRIBUNJAMBI.COM-Pilu, Soekarno kehabisan makanan di Istana Merdeka, nasi pun tak ada.
Ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.
Kisah ini dicuplik dari buku berjudul Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F Isnaeni, MF Mukti.
Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.
Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.”
Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."
Dijawab, “Itu pun tidak ada.”
Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”
Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.”
Nasehat Quraish Shihab Untuk Najwa Shihab, Singgung Soal Anak, Viral di Facebook
VIDEO: Detik-detik Silver King Meregang Nyawa di Atas Ring, Tepat Setelah Lawannya Tendang Dada
VIDEO: Pria Pengancam Penggal Jokowi Tak Berkutik: Saya Emosional Mengakui Salah
DICARI! Prada Deri Pramana Asal Baturaja, Pomdam Sebar Foto, Kasus Mutilasi Kasir Indomaret
8 Fakta Kasus Mutilasi Fera Oktaria, Ayah Prada DP Yakin Anaknya Bukan Pelaku, Pomdam Sebar Foto
Terungkap, Identitas Pria Jubah Putih Memalak Kasir Indomaret, Disidang Camat dan Tomas
VIDEO Viral, Diberi Kasir Indomaret Rp 1.000, Pria Berpakaian Putih Ngamuk-ngamuk, Bawa Teman
Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.
Maulwi Saelan, mantan ajudan dan Kepala Protokol Pengamanan Presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.
“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.
Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.
Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”