28 Puisi Fadli Zon, yang Terbaru 'Doa yang Tertukar' Ditujukan untuk Jokowi?
Satu yang pasti, puisi itu hadir setelah heboh Mbah Moen salah sebut nama, saat mendoakan Jokowi malah sebut nama Prabowo.
TRIBUNJAMBI.COM - Puisi Fadli Zon membuat heboh.
Puisi politikus Fadli Zon yang terbaru berjudul "Doa yang Tertukar".
Belum jelas, untuk puisi tersebut ditujukan.
Satu yang pasti, puisi itu hadir setelah heboh Mbah Moen salah sebut nama, saat mendoakan Jokowi malah sebut nama Prabowo.
Rupanya hobi membuat puisi itu dikarenakan riwayat pendidikan Fadli Zon dari Jurusan Sastra Rusia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Sebab ini bukan kali pertama Fadli Zon menciptkan puisi.
Dari penelusuran Tribun, puisi-puisi Fadli Zon itu bahkan tersusun rapi dalam websita Wikipedia.com .
Baca Juga:
Bocoran Penampakan Samsung Galaxy F, Android Layar Lipat
Spesifikasi Huawei Y7 Pro 2019 Model RAM 4GB & ROM 64GB, Dijual Hari Ini dengan Harga Rp 2 Jutaan
Usai Della Perez, Polisi Panggil Artis FTV, Rya Nightingale Pada Kasus Prostitusi Online Artis
Live Show Siswi SMA Adegan Syur via Line Dilakukan setelah Orang Tua Tidur, Member 500 Orang
Serangan Balik Jokowi, Erick Thohir Paparkan Fakta Tak Terduga dari Penyataan Kubu Prabowo-Sandi
Terhitung sejak 2014, Waketum Gerindra itu sudah menghasilkan karya puisi sebanyak 28.
Dimulai masa kampanye Pilpres 2014, dia membuat delapan puisi. Empat puisi pada 2016. Tujuh puisi di 2017, Tujuh pada 2018 dan dua puisi di 2019.
Fadli Zon tidak menulis satu puisi pun pada 2015. Fadli juga membuat 2 perlombaan membaca puisi di YouTube, yang pertama lomba membaca puisi "Tukang Gusur" pada 2016.
Fadli Zon juga menerbitkan Memeluk Waktu yang berisi delapan puisi pilihan yang diterjemahkan ke dalam delapan bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Inggris, Mandarin, Arab, Rusia, dan Prancis.
Tidak jelas kepada siapakah hampir semua puisi dituju, tetapi, jika dilihat dari preferensi politik Fadli, puisi-puisi tersebut ditujukan kepada Joko Widodo dan pihak-pihak yang mendukungnya. (sumber;wikipedia.com)
Tjahjo Kumolo, dalam menanggapi puisi "Kaos dan Sepeda", menyebut bahwa pemimpin yang dimaksud adalah Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla.

Ini diperjelas dengan puisi "Menonton Kedunguan", yang mana Fadli membuat puisi tersebut kepada pihak yang berada di kubu yang berseberangan dengan Fadli.