Kakinya Membusuk Dibedil Meriam Belanda, Prajurit Kopassus Ini Tak Lepas dari Perhatian Soeharto
Sisi lain dari prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah, tetap ingin bertugas walau tidak sempurna lagi akibat perang yang merusak
TRIBUNJAMBI.COM - Sisi lain dari prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) adalah, tetap ingin bertugas walau tidak sempurna lagi akibat perang yang merusak anggota tubuhnya.
Cerita itu bukan fiksi belaka. Semua diambil melalui kisah sosok satu ini.
Dia adalah Agus Hernoto yang tak bisa dilupakan begitu saja perjuangan dan jasanya.
Agus Hernoto mengabdi kepada bangsa dan negara selama hidupnya, dari masa Orde Lama hingga Orde Baru.
Baca Juga:
Bukan Orang Biasa! Sosok Danpaspampres Jokowi Pernah Bercokol di Satuan Elit Kopassus, Ini Sosoknya
Haji Umar Keluarkan Jurus Pukul ke Master Karate Jepang Hingga K.O, Prajurit Kopassus Terperangah
Kopassus Didoktrin Harus Menang Meski Hanya Bersenjata Sebilah Pisau hingga Larangan Berlatih ke AS
TERBARU! Tukang Ojek Ditembak Mati KKB Papua, Danjen Kopassus Sebut KKB Kumpulan Anak Muda Mau Eksis
Dijelaskan dalam buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus sampai Operasi Khusus yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Agus Hernoto merupakan anggota pasukan komando berkaki satu yang punya semangat juang tinggi.
Agus adalah pejuang tak kenal takut dari Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau sekarang lebih dikenal dengan Kopassus.
Ia juga dikenal begitu menjiwai motto berani-benar-berhasil, bahkan setelah dia tidak bergabung lagi dengan Kopassus.
Ya, Agus didepak dari Kopassus, dulu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), gara-gara kondisinya.
Agus Hernoto kehilangan satu kakinya saat memimpin Operasi Benteng I dalam rangka pembebasan Irian Barat.

Saat itu kakinya tertembak meriam tentara Belanda.
Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.
Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.
Dalam pertempuran di pedalaman Papua pada pertengahan 1962, Agus dan pasukannya terlibat kontak senjata yang sengit.
Dia terluka parah pada bagian punggung dan kaki kirinya.
Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.