Begini Alasan Maruf Amin Pilih Menjadi Calon Wakil Presiden dan Mendukung Jokowi di Pilpres 2019

Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin, kembali menghungkapkan alasan bersedia mendampingi calon Presiden Joko Widodo.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Calon Wakil Presiden, Maruf Amin tiba untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (12/8/2018). Selain pasangan Jokowi-Maruf Amin, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga akan menjalani pemeriksaan kesehatan pada hari Senin 13 Agustus. Pemeriksaan kesehatan tersebut merupakan satu diantara syarat wajib yang diberlakukan KPU bagi capres dan cawapres untuk mengikuti Pilpres mendatang.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG) 

TRIBUNJAMBI.COM - Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin, kembali menghungkapkan alasan bersedia mendampingi calon Presiden Joko Widodo sebagai cawapres.

Hal itu, disampaikan saat menghadiri halaqoh nasionalisme bertema 'Menjaga Keutuhan NKRI' di Gedung NU Center, Kelurahan Munggut, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Senin (21/1/2019) malam.

"Banyak yang bertanya, kenapa Kyai Ma'ruf Amin mau menjadi wakil presiden. Padahal saya sudah menduduki kursi strategis Rais Aam PBNU, dan ketua MUI," kata Ma'ruf Amin dihadapan ratusan Nahdliyin dan ulama yang hadir dalam acara, malam itu.

Dia menuturkan, ia merasa nyaman dengan posisinya saat itu, namun karena para ulama, dan pimpinan NU, memintanya agar ia menerima tawaran tersebut, maka dengan dengan kerelaan, kesiapan, dan sunguh-sungguh, ia akhirnya menerima tawaran dari Presiden Joko Widodo, sebagai calon wakil presiden.

"Saya anggap ini bentuk penghargaan kepada ulama, Pak Jokowi bisa saja memilih wakilny dari kalangan politisi, profesional, pengusaha, bisa. TNI atau Polri, juga bisa. Tetapi beliau tidak memilih orang itu, tetapi milih saya. Bagi saya itu merupakan bentuk pengahargaan kepada ulama," jelasnya.

Baca: Update Puting Beliung di Tuban, 42 Unit Rumah Rusak Ringan dan Berat, Kerugian Hingga Segini

Baca: Hasil Genoa Vs AC Milan Liga Italia Serie A Pekan ke 20, AC Milan Raih Poin Penuh, Skor 0-2

Baca: Lisa BLACKPINK Miliki 13 Juta Followers, Foto Ini yang Paling Banyak Dikomentari, Posenya Bikin

Dia menuturkan, ada yang mengatakan, capres dan cawapres yang dipilih hendaknya yang dipilih kyai dan ulama, bukan pemerintah. Namun, soal ulama dan kyai mendukung capres dan cawapres itu, sudah ada sejak dulu.

"Dari dulu, capres dan cawapres mencari ulama untuk mendukungnya. Setelah itu, wabillahi taufiq wal hidayah," katanya.

Dia mengatakan, oleh sebab itu ada yang mengumpamakan, kyai sperti ketika ada mobil mogok, diminta tolong untuk mendorong, setelah mobilnya sudah jalan, ditinggal begitu saja. Atau, dia juga mengumpamakan kyai seperti pemadam kebakaran, begitu kebakaran atau api sudah selesai dipadamkan, maka ditinggal pergi begitu saja.

"Makanya, dulu kaai diibaratkan seperti daun salam. Ibu-ibu kalau masak, pakai daun salam. Tapi kalau suadah selesai masak, yang pertama kali dibuang apanya, daun salam. Pak Jokowi tidak hanya mendapatkan dukungan dari kyai dan ulama, tetapi satu-satunya capres yang menggandeng ulama," katanya.

Alasan lainnya, kenapa ia bersedia mendampingin Jokowi, adalah karena ia menganggap Jokowi concern terhadap uapaya menjaga keutuhan bangsa dan keutuhan NKRI. Sebab, bagi NU, NKRI merupakan harga mati.

"Bagi kita NU, NKRI adalah harga mati. Bahkan sudah dilakukan sejak, masa yang lalu, ketika Indonesia dalam keadaan kritis, ketika Indonesia baru dimerdekakan pada Agustus 1945, dua bulan kemudian, Oktober penjajah datang lagi, untuk menjajah lagi. Tentara belum terkonsolidasi, polisi belum terkonsolidasi, untungnya ada putera terbaik bangsa, KH Hasyim Asyariashari, sebagai pendiri NU, yang juga pimpinan Pondik Tebu Ireng, tampil membuat fatwa jihad, melawan penjajah," jelasnya.

Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mendeklarasikan resolusi jihad, untuk merespons Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang mencoba menjajah Indonesia kembali. Hal itulah yang menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk berani melawan penjajah.

Baca: Update Terbaru Whatsapp - Hanya Bisa Meneruskan Pesan ke Lima Orang atau Grup, Begini Alasannya

Baca: Polisi Kembali Ungkap 21 Nama Artis yang Diduga Terlibat Kasus Kencan Online, Ada Inisial EFD, AKS

KH Hasyim Asy'ari bersama para ulama dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya pada 21- 22 Oktober 1945. Para ulama kemudian mendeklarasikan perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai perang jihad melawan penjajah, pada 10 November 1945.

"Hingga akhirnya, 10 November dijadikan Hari Pahlawan, tetapi 22 Oktober, yang menjadi inspirasi dilupakan. Baru setelah 70 tahun, pada 2015, 22 Oktober ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional oleh Pak Jokowi," tegasnya.

Ma'ruf Amin, mengatakan, dipilihnya ia sebagai cawapres merupakan bentuk penghargaan kepada NU, oleh sebab itu ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved