Usman Ermulan Beri Saran ke Pemerintah untuk Mampu Perkecil Selisih Harga Karet
2018 diisi banyak sekali kejadian di Provinsi Jambi, terutama di bidang pemerintahan, ini dipengaruhi oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT)
Penulis: Awang Azhari | Editor: Awang Azhari
TRIBUNJAMBI.COM – 2018 diisi banyak sekali kejadian di Provinsi Jambi, terutama di bidang pemerintahan, ini dipengaruhi oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat di Jambi, dilanjutkan dengan proses hukum yang dilakukan terhadap Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli.
Pengamat Kebijakan Publik, Usman Ermulan menilai ada catatan khusus terhadap kinerja Pemerintah Provinsi Jambi di bawah kepemimpinan Fachrori Umar sebagai Plt Gubernur mengantikan Zumi Zola. Diantaranya, ekonomi Jambi saat ini dianggap masih belum menunjukkan perkembangan menggembirakan. Sebab, dalam kurun setahun terakhir nilai jual beli masyarakat belum mengairahkan seiring anjloknya harga komoditi unggulan petani, seperti karet dan sawit.
“Kita dikejutkan dengan OTT oleh KPK, sehingga membuat syok pejabat di tingkat provinsi dan sampai ke tingkat kabupaten. Akibat dari itu tidak ada kegiatan yang mengangkat perekonomian rakyat Jambi ini,” ungkap Usman Ermulan.
Tetapi, saat ini harga komoditi sawit mulai menunjukan tren positif akibat penghapusan pungutan bea ekspor oleh Pemerintah Indonesia, sehingga dengan penghapusan tersebut berimbas kepada harga TBS itu sendiri, termasuk di Jambi.
Sedangkan komoditi di sektor karet terus-menerus mengalami penurunan harga sejak tiga tahun terakhir. Pada akhir Desember 2018 pemerintah melalui Disperindag mengumumkan indikasi harga karet kering (kk) 100% Rp 16.700 perkilo gram.
Menurut Usman, pemerintah menetapkan harga itu berdasarkan kalkulasi pasar global, namun harga yang diterima oleh petani jauh dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Nah di sini penting peran nyata dari pemerintah terhadap masyarakat Jambi yang menggantungkan nasibnya kepada pemerintah, dalam mengatasi selisih harga yang cukup signifikan yang diterima oleh petani,” kata Usman.
Berdasarkan data, kata Usman terakhir harga karet dengan indikasi KK 100 persen Rp.16.500 hanya diterima oleh petani sebesar Rp. 6.700 perkilo, dan itu belum lagi adanya pemotongan kadar karet.
“Karet petani yang putih itu dibeli Rp 6.700, itu dipotong lagi kotor 10 persen, berarti diterima berkisar Rp 6.200. Sedangkan harga karet yang disiapkan oleh perdagangan itu Rp 16. 500, berarti selisihnya hampir 160 persen. Nah bagaimana pemerintah berusaha mengecilkan selisih ini,” harapnya.
Untuk memanimalisir harga silih tersebut, kata Usman pemerintah harus memberikan rekomendasi kepada pabrik agar dapat membeli langsung karet produksi petani. Sebab, selama ini masyarakat tidak dapat menjual hasil produksinya langsung ke pabrik, tetapi melalui agen.
Dia juga mempertanyakan, siapa yang mengambil keuntungan dari selisih harga yang mencapai 160 persen itu, maka dari itu dia menegaskan kepada pemerintah untuk berbuat dalam mengentaskan selisih harga itu.
“Lama-lama masyarakat ini susah kan habis kebun-kebunnya dijual untuk ditukar dengan beras, kasian kan, Nah, disinilah kita menghimbau keterpanggilan pemimpin,” jelasnya lagi.
Disarankan kepada pemerintah melalui APBD kembali menganggarkan untuk meningkatkan kualitas hasil produksi petani, diantaranya memberikan bantuan bibit berkualitas, memberikan penyuluhan agar mendapatkan harga yang layak.
Selain itu menurut pandangannya, di tahun 2019 ini pemerintah harus kembali mengoptimalkan produksi ekspor batubara, karena saat ini nilai ekspor barubara kurang dari 1 juta metrik ton perbulan, sedangkan cadangan batubara di Jambi cukup menggeliat.
Maka dari itu kedepannya, dalam menyonsong 2019 ini, Usman berharap pemerintah daerah Jambi mampu menciptakan perekonomian masyarakat, terutama dalam mencari solusi meningkatkan harga komoditas sawit dan karet.