Dapat Suntikan Dana Rp 6,4 Triliun, Diperkirakan Merpati Airlines Kembali Terbang
Dengan adanya keputusan tersebut, Merpati Airlines batal pailit. "Majelis hakim mengesahkan proposal perdamaian yang diajukan Merpati,"
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan proposal perdamaian yang diajukan PT Merpati Nusantara Airlines kepada kreditornya.
Dengan adanya keputusan tersebut, Merpati Airlines batal pailit.
Baca: Gempa Hari Ini - Kamis (15/11) Pagi, Masama Diguncang Tiga Gempa Kuat, Simak Info dari BMKG
"Majelis hakim mengesahkan proposal perdamaian yang diajukan Merpati," ujar Coporate Secertary PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Edi Winarto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/11/2018).
PPA merupakan BUMN yang ditugasi menangani restrukturisasi Merpati Nusantara Airlines.

Menurut Edi, dengan diterimanya proposal perdamaian itu, Merpati Airlines bisa kembali beroperasi.
"Mudah-mudahan dengan disetujuinya proposal perdamaian, Merpati bisa kembali beroperasi," kata Edi.
Meski demikian, Edi belum bisa memastikan kapan pastinya Merpati akan kembali beroperasi. Sebab, proses tersebut memerlukan waktu yang panjang.
"Untuk proses pengoperasian kembali memang masih perlu waktu karena masih harus ada persetujuan DPR dan implementasi dari proposal perdamaian," ucap dia.
Baca: Jadwal Hong Kong Open 2018, Kamis 15 November 2018 - 9 Wakil Indonesia Melaju Ke Babak 16 Besar
Seperti diberitakan, PT Merpati Nusantara Airlines berencana kembali beroperasi.
Rencana ini dikeluarkan setelah perusahaan itu mendapatkan suntikan modal dari Intra Asia Corpora sebesar Rp 6,4 triliun.
Suntikan dana tersebut akan turun bertahap dan direncanakan keluar pascaputusan hukum yang saat ini tinggal menunggu putusan atas kondisi keuangan Merpati pada Rabu (14/11/2018).
Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Merpati tercatat mempunyai kewajiban senilai Rp 10,95 triliun.
Baca: Pantas Maia Klepek-klepek Dibikin Irwan Mussry, Teman Dekat Ungkap Sosok Pengusaha Kaya Itu
Rinciannya terdiri dari tagihan kreditur preferen (prioritas) senilai Rp 1,09 triliun, konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 5,99 triliun, dan separatis sebesar Rp 3,87 triliun.
Tagihan separatis sendiri dimiliki tiga kreditur, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 2,66 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk senilai Rp 254,08 miliar, dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Rp 964,98 miliar. (Kompas.com/Akhdi Martin Pratama)