Kerjasama Mata Uang dengan Singapura, Ini Manuver Baru Bank Indonesia Untuk Rupiah

Presiden Joko Widodo Kamis (11/10) kemarin mengumumkan kerja sama swap dan repo antara Bank Indonesia (BI) dan bank sentral

Editor: Fifi Suryani
KONTAN/FRANSISKUS SIMBOLON

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo Kamis (11/10) kemarin mengumumkan kerja sama swap dan repo antara Bank Indonesia (BI) dan bank sentral Singapura atau Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore) dengan total sebesar US$ 10 miliar. Bank Indonesia dan MAS  sepakat melaksanakan kebijakan terkait mata uang.

Kesepakatan tersebut diambil demi mengantisipasi ketidakpastian yang masih akan menyelimuti pasar keuangan global di waktu mendatang. Sebagai sesama negara ASEAN, kesepakatan ini diharapkan strategis untuk meminimalisasi sentimen negatif yang menerpa pasar regional. 

Baca: Hari Ini Rusunami DP Rp 0 Diluncurkan Gubernur DKI Jakarta, Harga Mulai Rp 185 Juta

Ekonom Maybank Myrdal Gunarto berpendapat, kebijakan ini cukup penting sebagai tambahan buffer terhadap likuiditas dollar di BI.

"Setidaknya dapat menjadi penopang bagi ketersediaan dollar AS," kata Myrdal, Kamis (11/10). Tapi, perlu dilihat juga jenis kerja sama swap tersebut.

Bila konsepnya adalah Bilateral Swap Arrangement (BSA), artinya Indonesia dan Singapura dapat saling menukarkan mata uang lokalnya dengan dollar AS untuk membantu likuiditas dollar di kedua negara.

Sementara, jika skema ‘Bilateral Currency Swap Arrangement’ (BCSA) dilakukan dalam bentuk pertukaran mata uang lokal masing-masing negara untuk mengurangi porsi dollar AS pada cadangan devisa kedua negara.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, kesepakatan Indonesia dan Singapura untuk melakukan swap dan repo merupakan bentuk antisipasi terhadap potensi mengetatnya likuiditas valuta asing, khususnya dollar Amerika Serikat (AS).

Baca: Tak Bisa Berkata-kata, Guru SMAN 87 Jakarta Minta Maaf kepada Presiden Jokowi. Ini Isi Suratnya

Baca: Biaya Perjalanan Ratna Sarumpaet ke Cile Tidak Dapat Dikembalikan karena Gunakan Tiket Promo

"Ini juga jadi pembangun kepercayaan pasar karena market jadi tahu kalau Indonesia punya secondary buffer selain cadangan devisa," ujar David, Kamis (11/10).

Sekadar informasi, cadangan devisa yang tercatat BI per akhir September mencapai US$ 114,8 miliar, turun dari Agustus yang sebesar US$ 117 miliar

David menyebut, buffer serupa juga telah dimiliki Indonesia dengan terlibat dalam Inisiatif Chiang Mai sejak 2010 lalu. Kesepakatan pertukaran mata uang multilateral yang melibatkan sepuluh anggota ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan.

"Intinya, untuk jangka pendek sudah ada kebijakan ini kalau terjadi apa-apa. Jangan sampai kita baru cari setelah kena masalah," terang David.

Bersama OJK

Sedangkan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah untuk menghadapi tekanan ekonomi global.

Baca: Kurs Rupiah Diprediksi Masih Lemah, Tertekan Penurunan Cadangan Devisa

Baca: Presiden Joko Widodo Turun Podium Hampiri Bulan, saat Pembukaan Asian Para Games

Baca: Survei SMRC: Elektabilitas Jokowi-Maruf Amin 60,4%, Prabowo-Sandiaga 29,8%

Kebijakan-kebijakan tersebut diantaranya; penerapan biodiesel B20, peningkatan PPh impor, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri TKDN, dan ekspansi KUR ke sektor pariwisata. Hingga peran Bank Indonesia yang telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti meningkatkan suku bunga acuan BI menjadi 5.75%,

Di samping itu, OJK juga turut berperan mengeluarkan berbagai insentif kepada perbankan untuk pembiayaan kepada industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor, serta industri pariwisata. Termasuk di dalamnya revitalisasi LPEI, dan fasilitas pembiayaan pasar modal untuk 10 tempat wisata baru.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved