'Hilangnya' Titik Mimbar Soekarno Pidato di Lapangan Ikada, Rakyat dan Pesilat Kumpul 19 September
Iring-iringan mobil Soekarno dan Hatta dikawal pemuda berpakaian 'jagoan Betawi' berikat kepala merah atau hitam.
TRIBUNJAMBI.COM - Warga negara Indonesia musti mengetahui peristiwa sejarah yang terjadi pada 19 September 1945. Peristiwa penting itu terjadi di Lapangan Ikada, sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas.
Rapat Raksasa Lapangan Ikada ( Ikatan Atletik Djakarta) digelar di Jakarta. Rakyat mengalir dari berbagai daerah. Mereka datang menggunakan kereta, truk, sepeda bahkan berjalan kaki.
Gelora perjuangan rakyat semakin bergolak, sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.
Itu merupakan kali pertama Soekarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada, usai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ya, pidato Soekarno di Lapangan Ikada memang untuk memperingati satu bulan proklamasi kemerdekaan.
Pada saat itu, bukan hanya di Lapangan Ikada.
Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan.
Rapat umum itu dipelopori Komite Van Aksi.
Baca: Istri Lupa Matikan Lampu, Soekarno Dihajar Hingga Berdarah-darah Oleh Kapten Tentara Jepang
Baca: Kisah Bung Hatta yang Mengiris Hati, Mesin Jahit, Istri Bersahaja dan Rahasia Negara
Baca: Tahukah Anda Perbedaan Naskah Proklamasi Klad dan Proklamasi Otentik? Ini Penjelasannya
Makna Rapat di Lapangan Ikada:
- Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya.
- Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah Republik Indonesia terhadap rakyat.
- Menanamkan kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasib dengan kekuatan sendiri.
- Rakyat mendukung pemerintah yang baru terbentuk. Buktinya, setiap instruksi pimpinan mereka laksanakan.
Tulisan J Galuh Bimantara di Kompas, 17 September 2018, menyebutkan tanpan keresahan pemuda, Rapat Ikada tak akan berhasil. Tanpa kehadiran Doekarno, kesahihan pernyataan kemerdekaan di Ikada tak akan tersampaikan.
Namun, penghargaan khusus musti disampaikan kepada orang dari berbagai kampung yang berduyun-duyun memadati lapangan. Saat itu mereka bertaruh nyawa.
Buku "Samodera Merah Putih 19 September 1945: Latar Belakang Peristiwa IKADA dan Dampaknya", mencatat meski Jepang terus menyiarkan pembatalan rapat, pemuda mahasiswa dan rakyat kompak tetap menyelenggarakan.
Saat itu, semalaman hingga subuh 19 September, rakyat mengalir datang ke Lapanga Ikada dengan berbagai cara. Ada yang naik kereta, truk, bahkan ada yang nekat bersepeda dari bogor. Kaum perempuan pun ikut hadir.

Buku itu mencatat, massa dalam jumlah mencengangkan hadir di Lapangan Ikada, padahal pemberitahuan kepastian jadwal rapat raksasa ke berbagai daerah baru didapat sehari sebelumnya, pada 18 September 1945. Saat itu pun belum ada peranti canggih komunikasi, seperti handphone. Bisa dibayangkan, bagaimana informasi itu mengalir cepat di antara rakyat Indonesia.
Jurnalis dan pemerhari sejarah, Ali Anwar, menuturkan faktor cepatnya informasi itu lantaran simpul jaringan pemuda demgam tokoh-tokoh warga kampung sudah terbentuk sejak akhir penjajahan Belanda.