Hati-hati Menyikapi Krisis Turki, Investor Cenderung Beralih pada Aset Safe Haven
Para investor diimbau untuk mewaspadai efek domino krisis keuangan di Turki. Sebab pekan lalu, pasar keuangan emerging
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Para investor diimbau untuk mewaspadai efek domino krisis keuangan di Turki. Sebab pekan lalu, pasar keuangan emerging market ikut terdampak.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menyebut, Jumat lalu, indeks MSCI emerging market turun 1,2%. Cukup banyak saham domestik yang menempati indeks itu. Dia menduga, dana asing akan mulai keluar dari pasar saham pekan ini.
Investor akan cenderung beralih ke aset safe haven. Ini tecermin dari penguatan indeks dollar AS. Jumat lalu, indeks ini menembus level 96, tertinggi sejak Juli 2017.
Baca: VIDEO - Prabowo Subianto: Saya Mantan Tentara yang Takut Dokter dan Jarum Suntik
Ahmad menyebut ada potensi kepemilikan asing di obligasi turun dan rupiah akan melemah. "Sekarang uang investor lari ke dollar AS," kata dia, Minggu (12/8). Apalagi, sebagai sesama mata uang negara berkembang, depresiasi lira Turki yang telah mencapai 40,95% tahun ini pasti akan berdampak pada rupiah.
Kendati begitu, Mikail meyakini, kurs rupiah tidak akan melemah tajam. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia lebih kuat ketimbang Turki.
Current account deficit (CAD) kuartal dua memang melebar jadi 3% atas produk domestik bruto (PDB). Tapi CAD Turki jauh lebih lebar yakni 5,5%. Defisit anggaran terhadap PDB Turki capai 6%, sedang Indonesia 0,75%.
Dari segi rating obligasi, Turki hanya mendapat peringkat BB- dari S&P. Sementara, rating Indonesia BBB-.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menambahkan, dari sisi kebijakan moneter dan suku bunga acuan, Indonesia jauh berbeda dengan Turki. Kita masih menaikkan suku bunga serta fiskal masih bagus," papar dia.
Baca: VIDEO: Kondisi Pasar Membaik, Investor Bergaya Trading Sudah Bisa Mulai Jualan
Baca: VIDEO: Soal Ormas Berpolitik, Ini Tanggapan Muhammadiyah dan Imbauan untuk Anggota
Memang, krisis Turki tetap akan berdampak terhadap rupiah. Namun efeknya tidak sampai membuat asing angkat kaki dari pasar domestik. Prediksi David, di jangka pendek, rupiah bergerak di kisaran Rp 14.450–Rp 14.550 per dollar AS.
Pasar saham juga bisa terdampak krisis Turki. Analis Danareksa Sekuritas Rhendy Bramantha Wisudana melihat di jangka pendek, pasar akan fokus mencermati krisis Turki.
Tapi Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai indeks saham tidak akan terdampak sistemik. Sebab, fundamental Indonesia masih kuat.
Profit taking
Pertumbuhan ekonomi 2019 diproyeksi bisa mencapai 5,4%. Ini membuahkan kepercayaan investor, sehingga capital outflow bakal minim. "Koreksi sedikit, tidak parah," kata William Hartanto, analis Panin Sekuritas. Dia yakin, IHSG akhir tahun bisa ditutup di kisaran 6.500-7.000.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga sepakat. Ia menilai kondisi makro ekonomi Indonesia positif. Meski terimbas pelemahan lira, dampaknya tidak akan besar.
Baca: Foto Penumpang Berjalan di Atas Rel Viral, Gegara LRT di Palembang Mogok
Baca: Paket Kebijakan Kredit Perumahan segera Dikeluarkan OJK
Baca: Ridwan Kamil Pastikan Dukung Jokowi pada Pilpres 2019
Cuma pelaku pasar tetap perlu waspada. Euforia laporan keuangan sudah berakhir dan masih ada ancaman perang dagang, sehingga pasar saham rentan profit taking hingga September. "Akibat pelemahan rupiah, laba korporasi juga akan turun dan daya beli masyarakat melemah," tutur Hans.
Secara teknikal saat ini IHSG di area jenuh beli (overbought) dan rawan profit taking. Rendhy memprediksi, hari ini, support indeks di 6.026 dan resistance di 6.100
Jadi, tidak ada salahnya investor tetap waspada.