Jakarta 1964, Ketika Dua Kesatuan Elite Saling Berhadapan, Benny Moerdani yang Disegani Tjakrabirawa
Suatu senja di Jakarta pada 1964. Beberapa prajurit berbaret merah bata tengah jalan-jalan santai di sekitar Lapangan Banteng.
Penulis: Leonardus Yoga Wijanarko | Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Suatu senja di Jakarta pada 1964. Beberapa prajurit berbaret merah bata tengah jalan-jalan santai di sekitar Lapangan Banteng.
Sementara di sudut yang lain lapangan yang berdekatan dengan Istana Negara itu, sekumpulan lelaki kekar dan berambut cepak tengah tertawa terbahak-bahak sambil pandangan mereka tertuju kepada rombongan kecil para prajurit tersebut.
Merasa mereka tengah diejek, anak-anak muda itu kemudian mendekat. Terjadilah adu mulut.
Karena kata-kata tak menyelesaikan masalah, akhirnya baku hantam pun terjadi. Siapakah sebenarnya mereka?
Para anak-anak muda berbaret merah bata itu tak lain merupakan para prajurit dari Korps Tjakrabirawa.
Itu nama kesatuan elit pengawal Presiden Sukarno yang anasirnya terdiri dari prajurit-prajurit pilihan berbagai kesatuan dan angkatan (termasuk dari KKo AL alias Korps Komando Angkatan Laut, yang merupakan cikal bakal Korps Marinir hari ini).
Sementara para lelaki kekar berrambut cepak itu berasal dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan elit komando Angkatan Darat yang merupakan cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sekarang.
Kendati sama-sama ABRI, anak-anak RPKAD dan Tjakrabirawa memang tak pernah akur.
Ada saja soal-soal yang membuat mereka bentrok, mulai soal ejek mengejek hingga rasa kesal karena perlakuan pemerintah yang kesannya lebih “memanjakan” Tjakrabirawa dibanding kesatuan-kesatuan lain termasuk RPKAD.
Sebagai salah satu buktinya, menurut Kosim, seragam Tjakrabirawa jauh lebih bagus dibanding tentara-tentara lain.
Katanya, saking baiknya kualitas seragam Tjakrabirawa hingga kalau air hujan mengenai seragam mereka akan seperti air yang mengenai daun talas. “Tapi soal baret, lucunya mereka minta dari kita”ujar pensiunan Letnan RPKAD itu.
Kata-kata Kosim memang memang benar adanya. Menurut AKBP Mangil (Komandan Detasemen Kawal Pribadi Resimen Tjakrabirawa) pada awal pendirian nya mereka memang meminjam baret dari RPKAD.
Untuk supaya beda dengan empunya, Tjkarabirawa lantas menambah zat pewarna ke baret itu sehingga menjadi merah bata.
Nah, kemiripan warna baret ini sering juga menjadi masalah.
Para Anggota RPKAD berpendapat Tjakrabirawa tidak pantas memakai baret warna merah (yang untuk mendapatkannya saja perlu keringat dan darah dalam suatu seleksi pelatihan para komando yang sangat ketat).