Bergelar Doktor dari Rusia Soesilo Toer, Adik Pramoedya Ananta Toer Habiskan Masa Tua dengan Mulung

Soesilo Toer (81) terus bersemangat memunguti barang-barang bekas yang masih bernilai jual di kampung kelahirannya

Editor: rida
(KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO)
Soesilo Toer saat ditemui Kompas.com di rumahnya di Jalan Sumbawa Nomor 40, Kelurahan Jetis, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Kamis (31/5/2018) sore. 

TRIBUNJAMBI.COM- Soesilo Toer (81) terus bersemangat memunguti barang-barang bekas yang masih bernilai jual di kampung kelahirannya di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.‎ ‎

Adik kandung almarhum Pramoedya Ananta Toer, sastrawan dan penulis Indonesia, itu tak ingin meratapi nasib menjadi pemulung meski menyandang gelar doktor dari Rusia.

Soes, begitu dia kerap dipanggil, adalah penyandang gelar master jebolan University Patrice Lumumba dan doktor bidang politik dan ekonomi dari Institut Perekonomian Rakyat Plekhanov Uni Soviet. ‎

Dia meraih beasiswa otoritas Rusia, bekerja selama 11 tahun di sana dan hidup bergelimang harta hingga nasib tak berpihak ketika dia pulang ke Tanah Air.

Baca: Hasrat Seks Menurun Usai Menikah? Ini Penting! Kamu Harus Cari Tahu Penyebab dan Solusinya

Dituding PKI Pada tahun 1973, Soes pulang ke Tanah Air tercinta.

Saat menginjakkan kaki di bandara di Jakarta, dia tiba-tiba ditangkap polisi dan dijebloskan di penjara selama 6 tahun.

Bukannya mengabdi kepada negara selama 10 tahun sesuai janji pemerintah sebelum dia pergi studi, Soes kini justru harus melewati masa suram di balik dinginnya jeruji besi.‎

Tanpa dasar hukum yang jelas, karut-marut situasi politik peralihan Orde Lama ke Orde Baru menyasar Soes pula.

‎Dia dituding antek komunis hanya karena dia lulus dari jurusan politik dan ekonomi di Rusia. ‎

Jurusan yang ditekuni Soes disebut masuk zona merah yang membahayakan kestabilan negara.

Apalagi, dia adalah adik dari Pramoedya Ananta Toer yang lebih dulu dituding berhaluan komunis.

Sebelumnya, karya-karya Pramoedya merupakan tamparan bagi Belanda.

Naskahnya yang nasionalis dianggap memelopori masyarakat Indonesia menjegal Belanda.

Karena dinilai membangkang Belanda, Pramoedya sudah lebih dulu ditangkap.

Sementara itu, pada masa Orde Baru, sentilan-sentilan Pramoedya dalam tulisannya dianggap condong berpihak kepada PKI.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved